Matahari sudah hampir terbenam saat saya, dan @bunkdimaz sebagai pemenang jalan-jalan ke Phnom Penh dan juga @motulz sebagai perwakilan dari brand sampai di termibal 3 bandara Soekarno Hatta.
Jadwal boarding masih satu jam, dan kami menghabiskan waktu untuk berfoto di dalam boarding gate terminal 3. Dalam perjalanan #GoAheadMoment ini ada lima hal menarik untuk diketahui.
1. Awal Perjalanan
Bagi yang akan ke Phnom Penh dengan Air Asia dari Jakarta, wajib transit di KL dulu, kami transit satu malam di bandara KLIA2, kali pertama saya di Bandara baru ini, karena sebelumnya apabila ke KL saya selalu di LCCT atau KLIA1. Ternyata KLIA2 cukup nyaman dan bersih, bagi yang ingin menginap tak jauh dari bandara, terdapat beberapa hotel yang menyewakan kamar mulai dari 6 jam dengan harga 140MYR.
Di dalam area foodcourt juga banyak restoran yang buka 24 jam untuk melayani para traveler yang kelaparan di dalam bandara, bahkan toko souvenir atau kosmetik juga ada yang buka 24 jam.
2. Berkeliling Kota
Saat masih di atas pesawat dari KL ke PHN, membayangkan Phnom Penh dalam ingatan dengan kota yang mirip Jakarta tahun ’70-’80 an, dengan kendaraan-kendaraan tua, bangunan berdebu dan minimnya gedung-gedung pencakar langit. Begitu mendarat bandara Phnom Penh Internasional tidak banyak berubah dari tiga tahun lalu, namun setelah kami mendapat taxi saya kaget, taxi mobil sedang yang kami tumpangi menuju ke hotel benar-benar mobil baru dengan AC, pengemudinya pun masih sangat muda, tentunya berbeda dengan yang saya alami tiga tahun lalu di mana saat itu saya dapat taxi tua tanpa AC dan pengemudinya bapak-bapak.
Berlanjut menyusuri kota selama kurang lebih 40 menit perjalanan ke hotel, saya melihat banyak perubahan terjadi. Mobil-mobil tua yang dulu banyak saya lihat sudah berganti menjadi mobil-mobil baru yang memenuhi jalanan Phnom Penh, namun sepeda motor tua masih lebih banyak dijumpai di Phnom Penh.
Tidak hanya itu saja, pembangunan di wilayah ini pun juga sudah dimulai di mana-mana. Saya menduga dalam beberapa tahun mungkin Phnom Pehn sudah akan seramai Bangkok atau Saigon.
Selain taxi, alat transportasi yang umum digunakan terutama oleh turis yang ingin berkeliling kota adalah Tuk-Tuk, semacam becak motor yang bisa menampung hingga 6 orang penumpang, di area turis akan banyak sopir tuk-tuk yang menawarkan jasanya, harga mulai 15USD untuk sehari berkeliling.
3. Penginapan, Kuliner dan tempat Nongkrong
Ada banyak hotel di Phnom Pehn, mulai dari hostel, budget hotel hingga hotel berbintang 5 dengan pemandangan Sungai Mekong, untuk harga juga bervariasi tergantung budget, untuk perjalanan kali ini saya menginap di Frangipani Fine Arts Hotel, hotel dengan staff yang ramah dan furniture uniknya. terletak di pusat kota dan persis di samping Royal palace.
Beberapa tempat nongkrong seru bisa kita jumpai di tepian Sungai Mekong, bagi pecinta kopi atau minuman beralkohol, cafe dan restaurant di Phnom Penh ini menawarkan harga yang lebih “ramah” dibanding Bali.
Seorang teman kenalan Kang Motulz menyebutkan bahwa persis di bawah restoran yang kami kunjungi malam sebelumnya, ada sebuah restaurant yang menawarkan pizza dengan toping cannabis atau marijuana, bernama Happy Pizza, levelnya pun beragam mulai dari Happy, Very Happy atau Super Happy *evil grin* sayangnya sampai pulang kami tidak sempat mencicipi.
Untuk restaurant, bagi yang ingin mencari makanan halal di Phnom Penh ada banyak pilihan, salah satunya adalah Rumah Makan Bali yang terletak tak jauh dari hotel kami, seperti namanya, rumah makan ini menawarkan berbagai masakan halal khas Indonesia, namun bagi yang ingin mencicipi masakan Khmer, di Rumah Makan bali juga terdapat ebberapa menu masakan khas Khmer. Pemilih rumah makan yang ternyata orang Sunda ini sungguh ramah dan banyak memberikan informasi bagi kami yang ingin berkeliling Phnom Pehn. Bagi yang datang, jangan sungkan untuk bekenalan dnegan pemilik resto yang dengan senang hati akan membantu.
Selain itu kami juga sempet menikmati hidangan spesial di Ton Le Bassac, yang membuat istimewa di restaurant all you can eat ini adalah hidangan-hidangan spesial seperti beraneka macam keong sungai, mini lobster, lidah bebek dan juga masakan lezat lain. Sangat dianjurkan bagi pecinta masakan eksotis.
Resto Terakhir yang kami kunjungi adalah Khmer Surin Restaurant. Resto khas Khmer dan Thai food ini mempunyai suasana yang unik dan cocok bagi fine dining. masakannya yang banyak sayuran segar makin membuat saya sulit menjaga porsi makan. :p
4. Atraksi
Kebetulan saat kunjungan kemarin kami tidak menjumpai atraksi-atraksi seru yang sering diselenggarakan di kota ini, namun sempat kami menikmati berlayar di sungai Mekong untuk menikmati sunset selama kurang lebih satu jam. Biaya naik kapal sekitar 4-5 USD per orang, apabila ingin sekalian jamuan makan malam maka biaya akan lebih lagi. Selama berada di atas kapal, saya sempat memperhatikan sebagian dari masyarakat Phnom Pehn yang hidup di atas kapal-kapal kecil di Sungai Mekong, para “manusia perahu” ini bekerja dengan mencari ikan atau sumber daya yang ada di sungai untuk kemudian mereka jual.
Hal lain yang seru dikunjungi adalah Central market, di sini pengunjung bisa mencari berbagai souvenir khas Kamboja, di bagian dalam bangunan banyak pedagang yang menawarkan asesoris dari batu-batuan khas Khmer. Artitektur bangunan ini sangat menarik, konsep kubah dengan jam tinggi di tengah ruangan.
Sewaktu saya riset kecil sebelum ke Phnom Penh saya melihat foto-foto tempat ini di Internet yang tampak lusuh tak terawat, ternyata saat saya sampai di sana lokasi sudah jauh lebih rapi dengan cat yang masih baru. Good work Phnom Pehn!
Beberapa foto pasar tradisional dan juga atraksi lain di sini
5. Masyarakat Lokal
hal menarik dari masyarakat Phnom Penh adalah badan mereka kurus-langsing sekali. Selama tiga hari di sini tidak pernah melihat yang kelebihan berat badan. Kata pemilik Warung Bali, hal tersebut karena masyarakatnya gemar makan sayuran, buah dan juga yang masam-masam. Mungkin juga karena belum banyak fast food resto di Phnom Penh sehingga lemak-lemak masih jauh dari penampakan :p
Masyarakat Phnom Pehn sangat ramah, mereka senang dengan tamu, mereka selalu berusaha mengajak tamu mengobrol, dalam pekerjaan pun juga mereka cekatan dan gesit. Hampir di seluruh tempat yang saya kunjungi, para staff dan pegawai memberikan service yang bagus.
Banyak Masyarakat yang saya ajak ngobrol mengatakan tidak banyak turis dari Indonesia datang ke Phnom Pehn, juga banyak yang berkeinginan bisa mengunjungi Indonesia atau negara lain di Asia tenggara, namun hal tersebut sangat sulit dengan kondisi ekonomi mereka dan juga permasalahan administrasi imigrasi. Karena walaupun warga Indonesia bisa datang ke Kamboja tanpa visa dan punya sebulan masa kunjungan, hal itu tidak terjadi sebaliknya. Masyarakat Kamboja yang ingin ke luar negeri termasuk Indonesia harus membayar visa dan masa kunjungan hanya selama 2 minggu saja. Namun banyak yang berharap, terutama pemudanya agar penerintah dapat menghapus biaya visa ke negara-negara tetangga sehingga mereka dapat dengan bebas bepergian ke luar negeri.
Apabila punya kesempatan ke Kamboja, sempatkanlah untuk berbicara dengan masyarakat lokal dan menggali cerita menarik dari mereka, entah kondisi ekonomi, politik maupun sejarah kelam Kamboja. Bereksplorasilah dan #GoAheadMoment