Menyusuri Green Canyon tanpa perlu terbang ke Amerika

salah satu dinding Cukang Taneuh atau yang biasa disebut Green canyon, kalau tidak banjir bisa lompat dari atas air terjun ini.

Sekitar dua atau tiga tahun lalu, gue bersama keluarga main ke rumah Saudara di Tasikmalaya.

Karena lokasi rumah saudara gue tidak banyak objek wisata, akhirnya Om gue mengajak ke Pantai Pangandaran, gue senang tentunya, karena setelah 20 tahun tinggal di Gunung, dan sudah bosan dengan hawa dingin, tiap kali mendengar kata pantai hati ini langsung bergemuruh (mengikuti suara ombak), selain penuh dengan air (ya iyalah pantai masak mau penuh batu) gue juga suka dengan pasir putih dan panas matahari.

Begitu sampai di Pantai Pangandaran gue sedikit kecewa, ternyata pantainya ga seperti yang gue harapkan. Pantai Pangandaran yang gue bayangkan hampir-hampir mirip dengan Pantai di daerah Uluwatu Bali ternyata sangat ramai! saking ramainya sampai gue ga bisa bedain yang mana pasir pantai dan yang mana manusia, hampir seluruh permukaan pantai tertutup warna-warni manusia yang entah berenang, berjemur, atau sekedar makan jagung sambil berendam (asli gue juga ga ngerti apa yang ada dalam pikiran orang ini, mungin saja dia merasa dirinya spongebob).

Akhirnya setelah sebentar berkeliling dan melihat-lihat situasi, om gue mengajak ke Green Canyon. Mendengar kata Green Canyon wajah gue sumringah hampir menangis terharu, ga ada angin ga ada hujan om gue mau bayarin kami sekeluarga ke Amerika sana. Namn 5 menit kemudian gue disadarkan, bahwa Green Canyon yang dimaksud om gue bukanlah Jajaran tebing berwarna hijau di Amerika sana, namun ternyata sebuah aliran sungai yang menembus gua (kira-kira seperti itu penggambarannya).

Dan selama perjalanan dari Pantai Pangandaran ke Green Canyon gue dapat banyak cerita dari Om, salah satunya Green Canyon itu sering disebut penduduk sekitar dengan nama Cukang Taneuh yang artinya jembatan tanah, karena konon terdapat jembatan yang terbuat dari tanah yang menghubungkan lembah dan jurang di daerah itu.

Sesampainga di Green Canyon / CT kami disambut aliran air sungai yang cukup besar, sayang sekali karena kedatangan kami pada saat musim penghujan, air sungaiyang biasanya berwarna hijau berubah menjadi coklat karena banjir, sehingga air sungai bercampur lumpur. Namun hal tersebut tidak mengurangi kenenangan di sana.

Dari sinilah perjalanan menelusuri sungai dan gua dimulai (abaikan yang narsis di depan)

Tiket masuk ke Green Canyon / CT dikenakan sebesar Rp. 12.500,- / orang, apabila ingin segera menyusuri sungai dan menikmati dinding stalaktit raksasa dapat langsung menyewa perahu dengan harga Rp. 57.000,- / perahu. Satu perahu dapat diisi hingga 6 orang, jadi apabila perginya ramai-ramai tentunya akan semakin murah (kecuali kalau rombongan pada ga mau bayar dan elo yang terpaksa mentraktir).

Walau tidak mendapat kesempatan untuk berenang (ada kesempatan pun belum tentu gue pakai karena gue takut buaya / biawak yang katanya masih sering bermunculan di sungai..hiiii) kami tetap menikmati perjalananan menyusuri sungai, apabila sudah dekat dengan lokasi, akan terlihat dinding-dinding stalaktit raksasa yang beberapa diantaranya dialiri air sehingga seperti banyak air terjun kecil di kanan kiri.

ini jasa tukang pijat spesial, setelah dipijat tamu akan didorong ke sungai untuk kemudian dijadikan santapan buaya
Selama perjalanan akan banyak berpapasan dengan rombongan lain, kalo lagi iseng bisa saling mencipratkan air ke rombongan lain.

Kata yang mengemudikan perahu, kalau sedang tidak banjir air di sungai berwarna biru kehijauan, saat itu yang terlintas di kepala gue adalah mungkin saja itu pipisnya Hulk, tapi lupakan. Dalam perahu ada dua orang pengunjung di luar keluarga gue, karena saat itu kami hanya berempat sedangkan perahu muat untuk 6 orang, yang naik adalah dua orang pemuda tanggung, dengan wajah lumayan manis namun pada saat diajak ngobrol rada ga nyambung. Seperti contoh : dia : “kerja dimana neng?” | gue : “masih kuliah kak” (padahal sudah lulus, cuma biar keliatan muda aja) | Dia: oh, kuliah dimana? | gue: “di Undip” | dia: “Undip itu Padjajaran?” | gue : *mengernyit* “engga, di Semarang” | Dia : “Semarang itu daerah Bandung juga?” | gue: *ceburin si cowok duduls biar  berhenti nanya-nanya*.

Kalau begini berasa maen film Anaconda ya?
Bagi yang belum mandi boleh sekalian mandi besar disini.

Begitu sampai di ujung perjalanan, stalaktit makin rapat, dan diujung terdapat gua besar yang dihuni oleh banyak kelelawar. Begitu sampai di ujung, gue merasa seperti di dalam gua yang langit-langitnya sudah runtuh, air yang menetes dari stalaktit di kanan kiri makin memperkuat kesan menarik di CT ini.

Bagi yang ingin olahraga ekstrim, dapat melompat dari atas dinding-dinding ini.
Mulai masuk daerah ini, dinding makin merapat, dan luas sungai makin sempit.
ada yang berminat untuk rock climbing disini?

Demikian, sedikit cerita jalan-jalan di Cukang Taneuh alias Green Canyon milik Indonesia ini. Satu lagi, apabila musim sedang baik dan tidak banjir boleh mempersiapkan alat selam / snorkeling, karena ikan-ikan warna-warni banyak bermunculan apabila arus sedang tenang.

One thought on “Menyusuri Green Canyon tanpa perlu terbang ke Amerika”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


+ 2 = seven

Follow

Get every new post delivered to your Inbox

Join other followers: