Beberapa minggu lalu saya punya sedikit waktu untuk mengunjungi Jogja.
Tempat yang terasa seperti Rumah Kedua ini tidak pernah bosan saya kunjungi.
Meskipun begitu selalu ada hal baru yang saya dapatkan.
Berniat mencari sesuap nasi sebagai pengganjal perut pagi hari, saya berjalan di sekitar penginapan yang saya sewa. Penginapan saya di daerah jl. Dagen, Malioboro.
Sepanjang jl. dagen banyak sekali penginapan-penginapan bertarif murah dengan biaya sewa antara IDR 100k-300k. Lokasinya cukup rapi dan cukup membuat saya nyaman untuk berjalan kaki pagi itu.
Saya terus berjalan hingga menjumpai gerobak soto pinggir jalan, penjualnya ibu-ibu tua, mungkin umurnya sekitar 60 tahun. Dengan wajah ikhlas menawarkan saya semangkuk soto dengan telur separuh dan teh manis hangat seharga IDR 9k saja.
Sambil menikmati soto lezat itu, saya kemudian bertanya pada si ibu,
“Ibu sudah lama berjualan di sini?”
sudah lama sekali nak
“Lalu siapa yang membantu ibu membawa gerobak besar ini setiap pagi?”
ada, anak saya yang paling kecil
“Berapa umur anaknya bu?”
25 nak, tapi belum mau menikah… Padahal kakak-kakaknya sudah punya anak semua
Sambil tersenyum saya balas
“Santai bu, umur 25 masih muda, biasanya masih senang-senangnya bekerja, anak ibu yang terakhir putra / putri?”
laki-laki, dua kakaknya wanita. Yah biarlah namanya anak penginnya kemana, kalau ibu paksa nikah juga belum tentu barokah
Saya kemudian tersenyum kembali dan menghabiskan sisa nasi soto buatan si ibu.
Semangkuk soto pinggir jalan yang lezat, ditambah bumbu cerita dan kecap harapan dari si ibu telah menyempurnakan pagi saya saat itu. Terima kasih Tuhan Maha Baik.
Selesai makan saya melanjutkan jalan kaki, namun karena ingin melihat lebih banyak lagi dengan waktu yang terbatas akhirnya saya memutuskan untuk menyewa sebuah becak untuk mengantarkan saya berkeliling.
Pertama saya menjumpai becak dan pemiliknya yang sedang menunggu pelanggan, nampak memikirkan sesuatu yang lebih besar dari becaknya sendiri.
apakah yang kau lihat kosong padahal sebenarnya sangat penuh?
dan benarkah apa yang kamu lalui sudah cukup berat?
berapa banyak kau menghitung kesempatan?
Apakah harus kau tunggu selayaknya deretan becak kosong?
menyerahkan diri kepada roda, beristirahatlah sejenak si unguku 🙂
hey lihat ada kereta kuda! Mari kita tengok Cinderela
ah tentu saja, ini Malioboro yang melegenda
tempat yang menggoda, mungkin lain kali duhai Penjaga
tak akan kurang untuk ekspresi imaji
seorang anak menunggu dengan setia ayahnya yang bekerja. Adek kecil, besok kalau besar ingin jadi apa?
Akhirnya, sampailah satu putaran saya. Terima kasih bapak pengayuh becak. Teruslah menggerakkan rodamu.