Beberapa teman bertanya pada saya saat pertama mengetahui alamat blog yang saya buat, mengapa “pejalan sore?” Bukan “pejalan pagi” atau “pengendara malam”?
Jawabannya tentu saja sangat sederhana, karena saya sangat menyukai sore hari, terutama memasuki saat senja.
Alasan saya menyukai senja pun sangat sederhana, pertama saya sulit untuk bangun pagi sore hari (senja) merupakan batas antara terang dan gelap, sebuah pintu dari sebuah perjalanan dan kerja keras menuju suatu yang tenang dan menentramkan. Senja, menjadi lebih sakral dari pagi karena kita harus mengadapi gelap, menghadapi apa yang tidak kita ketahui, menghadapi misteri yang harus kita pecahkan.
Karena itu kali ini saya akan memberikan beberapa gambar senja yang sempat saya abadikan dalam perjalanan saya. Tentu saja saya akan terus menambahnya, semoga akan lebih banyak lagi senja-senja lain yang terekam.
Senja pertama saya ambil dalam perjalanan kereta Semarang-Jakarta. Sudah berkali-kali sejak perpindahan saya ke Ibu kota RI saya menggunakan kereta, namun tetap saja tak dapat menghilangkan hujan emosi yang datang saat roda kereta berjalan. Di belakang saya keluarga yang mengantarkan hingga stasiun, memberikan doa agar saya selamat, dan berharap saya segera datang kembali dengan bahagia.
Tunggu aku Ibu, Ayah, adekku tersayang, jarak hanya ada saat dipikirkan. 🙂
Senja kedua saya ambil saat naik kapal menyusuri sungai Mekong di Phnom Penh Kamboja.
Pertama kalinya saya naik kapal untuk menyusuri sungai, saya dikejutkan oleh kemunculan bulan, seakan menyambut malam.
Beristirahatlah duhai matahari, cukuplah mengantar kami sampai di sini, kami akan aman ditemani bulan! 😀
Senja ketiga diabadikan oleh salah satu teman dengan saya sebagai siluetnya, sebuah pantai indah di Belitung.
ajari aku bahasamu duhai senja yang jelita
Senja keempat saya dapatkan di Pantai Bandengan Jepara. Saya datang ke pantai itu tanpa ekspektasi, yang saya dapatkan cukup untuk mengucap syukur. mereka bilang cinta datang saat ekspektasi sudah ditiadakan
Masih dari pantai Bandengan Jepara, kali ini dia mengintip malu-malu. tetap tidak dapat kau sembunyikan kemilaumu
Senja kelima terlalu cantik untuk saya kisahkan, Sebuah Danau Buatan di Lembang Bandung dapat menampilkan keindahan asli.
Bagai seorang ratu jagat raya, senja keenam muncul dari tempat yang katanya Pulau Dewata.
wahai dewa-dewi senja, menarilah
Tak mau kalah senja ketujuh dari Kuta Lombok, masih sangat lugu.
Siapa yang sangka kalau Pulau Pari di Kepulauan Seribu juga menyimpan senjanya sendiri?
Senja kedelapan.
Kembali menatap senja di balik jendela kereta. Senja kesembilan.
Terima kasih telah menjadi senja kesepuluhku. 🙂
Saya juga punya sedikit cerita tentang senja, kak 😀 http://www.wiranurmansyah.com/senja-merah
kereeeen!
karena senja tak pernah sama
begitu pula jiwa #halah
sejenak.. ketika perjalanan semarang jakarta
aku teringat seorang wanita yang hendak mengabadikan moment senja dengan ipadnya
apa daya.. ipad malah “njaduk” pembatas jendela mobil
moment senja itu entah terekam atau tidak.. tanya saja ama pemilik blog ini.. 😀
wahahhaha syem tenan. eling wae. :))