George Town : Kota Metropolitan dan Surga Makanan

Pagi pertama saya di George Town, dan saya langsung jatuh cinta dengan kota ini. Bangunan-bangunan tua, kota yang tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, jalanan yang bersih dan makanan murah nan lezat kota ini berhasil memikat saya untuk terus berjalan mengitari kota.

Tapi sebelum jauh berkeliling, siapa sih George itu sendiri? George Town diambil dari nama Raja Inggris King George III, raja yang sedang berkuasa saat kota ini ditemukan Oleh Francis Light seorang bussiness man Inggris pada abad 17.
Pilihan untuk tinggal di Jalan Love Lane sekitar Lebuh Cheulia memang tepat, karena daerah ini merupakan perkotaan dan jalan utama di George Town pada abad 17 hingga 18, tak heran banyak sekali bangunan-bangunan disini yang bernuansa Eropa.

Bangunan tua di Chinatown George Town

Perjalanan kami awali dengan berjalan kaki dari hostel berkeliling China Town dan Litte India. saya sempat mampir di salah satu toko jual HP dan Simcard biar tetap eksis selama berkeliling George Town selama 2,5 hari ini.

Gereja Tua di salah satu sudut George Town

Penjaga (dan sepertinya) juga pemilik toko seorang bersuku India, waktu lihat passport saya buat pendaftaran SIM Card dia bilang “you have a lovely name, Noveina” saya sempet ke-GeeRan dengan berpikir si bapak-bapak India ini nyepik gue, tapi ternyata dese beneran kagum dengan nama gue yang dia sebut “Noveine Ewa” *hening*
Kemudian si bapak ini ternyata tertarik dengan Indonesia dan mengajukan beberapa pertanyaan seperti :
Bapak : Where you come from? University?
saya : yes,
Bapak : oh, that’s why your English is good, you speak Emglish
saya  : *bingung jawab apa* hehe.. Thanks
Bapak : Jakarta is like KL right?
saya : yea you can say it so
Bapak : it that the cost liveing in Jakarta Expensive?
saya : iya pak, mahal banget
Bapak : how much is Indonesian people salary?
saya : lah apa pula ini kok nanya gaji, gue jawab rentangnya aja
Bapak : then how much is your salary?
saya : ya segitu deh pak
Bapak : if in average people salary in Indonesia were high, then why so many people come to Malaysia as a worker (maksudnya babu kali, tapi ga enak ama gw)
saya : eng…. *mikir gimana. Jelasin dengan cara singkat) mungkin karena mereka ga sekolah bla bla bla
Dan pembicaraan terus berlangsung sampai setengah jam lebih membicarakan pendidikan dan kesejahteraan Indonesia-Malaysia, hihi. Bagaimana pun si bapak itu baik.

Wall Art yang dibuat oleh UNESCO, bercerita mengenai asal muasal nama jalan.
Rumah Bangsawan Cina jaman dahulu, sekarang digunakan untuk museum.

Perjalanan gue lanjutkan ke terminal bus di Penang buat menuju ke Bukit Bendera, setelah menunggu sejam, akhirnya bus 204 yang kami tunggu datang.

Sampai di kawasan Bukit Bendera atau Penang Hill, kami langsung menyerbu tempat makan dan memesan banyak makanan dengan membabi buta. Harus gue akui Penang ini merupakan surga makanan.

Sebelum naik ke Penang Hill, gue menyempatkan diri ke Kek Lok Si Temple, kuil Budha terbesar di Penang.
Kalau stamina kuat, bisa naik hingga lantai paling atas Menara dan melihat lansekap Air Itam dari atas.

Salah satu sudut dari atas menara, dari atas dapat melihat kota George Town

Puas foto-foto, kami lalu menuju Penang Hill atau Bukit Bendera dengan naik kereta hidrolik canggih (yang kayanya seperti kereta menuju Victoria’s peak di HK).
Sampai di atas bukit, gue baru sadar benar bahwa George Town ini merupakan kota Metropolitan dengan gedung-gedung tinggi, dengan jembatan terpanjang se-Asia yang menghubungkan Pulau Penang dengan daerah Malaysia Utara.
Meskipun terletak di Kepulauan, Kota George Town ini merupakan kota modern hampir mirip Hongkong dan bisa jadi nantinya akan seperti Manhattan.
Di Penang Hill gue bersantai di cafe sambil menikmati pemandangan dan kalo suka bisa bermain-main dengan binatang-binatang yang dipamerkan disana.
Gue sendiri udah jadi korban keganasan salah satu binatang caper yang ada disana, waktu akan memfoto temen yang punggungnya sedang dipankat sama Sugar Glinder, eh tiba-tiba binatang itu loncat ke muka gue, dan sukses bikin beberapa cakaran di pipi kanan dan kiri. MAKASIH YA! 🙁

salah satu bangunan pemerintah Penang
Patung Budha di Kek Lok Si Temple, Air Hitam.
Jalan menuju kuil, banyak pengemis di sekitar lokasi.
sisi lain dari atas menara Kek Lok Si Temple
The Giant Budha
Seni Pahat Dinding “Kek Lo Si” Temple
Deretan Budha Berbaris
Bagian dalam Kek Lok Si Temple
Dari atas sini Kota George Town hingga pantai dan laut terlihat!
berpose narsis dari atas menara kuil 😀
bersantai dari Cafe di Bukit Bendera, worth with the price.
Bukit Bendera saat petang
Di malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau PenangDi malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau Penang ke Malaysia terlihat dengan jelas
George Town di malam hari

George Town at the First Sight

Trip terakhir di bulan Maret, kali ini saya bareng sama temen dari kecil seorang seleb sekaligus penulis berbagai buku untuk remaja (?) dan seorang travel blogger keren @arievrahman.

20130330-022252 AM.jpg
Kawasan Kuliner George Town

Kalau akhir Maret tahun lalu kami long trip Singapore-Malaka-Phnom Pehn-Siem Reap-KL, kali ini gw sama Ariev ke Penang.
Awal perjalanan kami tidak terlalu mulus, diawali dengan hilangnya passport saya yang mengakibatkan saya sepagian stress, hilang arah dan putus asa cari tu passport, dan ternyata passport ketinggalan di kosan lama dan hampir dibuang sama pak kos 🙁

Yay! sampai di Bandara
Yay! sampai di Bandara

Oke, lanjut cerita, kami naik Air Asia JKT-PEN yang ternyata hanya punya satu kali jadwal terbang tiap harinya, jamnya pun kurang menguntungkan, kami dijadwalkan berangkat 17.45 wib, namun sialnya pesawat delay, kami berangkat pukul 19.00 wib dan baru tiba di Penang International Airport pukul 22.30 waktu setempat sedangkan bus Rapid yang akan kami tumpangi jadwal paling malam pukul 23.00.
Dengan harap-harap cemas kami menunggu bus di halte bersama satu teman kenalan kami ya g kebetulan dari Jakarta juga bernama Iden. Setelah nunggu kurang lebih 10 menit, kami dihampiri sopir travel yang menawarkan jasa antar sampai ke George Town dengan tarif 30MYR. Karena biaya driver dibagi 3 kamipun tanpa pikir panjang mengiyakan.
Kota Penang merupakan kota yang cukup tenang dan rapi, saya lebih suka Penang daripada KLnya sendiri. Cuaca hangat dengan udara yang lembab dan bangunan-bangunan tua bernuansa kolonial bikin saya ingat kota Semarang.
Karena sudah tengah malam, setibanya di George Town kami langsung check-in hotel karena takut reception hotel keburu tutup. (Tidak semua hostel receptionisnya buka 24 jam)

20130330-022526 AM.jpg
standard room, sangat nyaman

Saya menginap di Red Inn Heritage, hostel dengan bangunan tua yang telah direnovasi sehingga nyaman. Hostelnya cukup luas dengan lantai kayu, ruang tamu, meja billiard dan bar mini. Selengkapnya bisa cek di redinnheritage.com atau email info@redinnheritage.com.

20130330-022417 AM.jpg
Lobby hotel

Karena belum sempat makan malam, kami pun menyempatkan diri untuk mencicipi berbagai kuliner Penang disepanjang jalan sekitar love lane.

20130330-022334 AM.jpg
go go MU! #eh
Makanan Penang pertama yang kami pesan. kwetiaw Penang!
Makanan Penang pertama yang kami pesan. kwetiaw Penang!

Karena sudah malam, banyak tempat makan yang sudah tutup, tapi kwetiaw dan kue apom yang sempat kami cicipi cukup untuk bekal perjalanan mimpi (tidur) hingga pagi. 🙂

Catatan Pinggir Perjalanan Lombok-Gili

Selama perjalanan Lombok-Gili kemarin gue mendapat banyak cerita dan pengalaman.

Dimulai dari scam yang sudah gue posting sebelumnya di sini , tadinya guw kira kejadian menyebalkan semacam itu sudah berhenti, ternyata sekembalinya gue dari Gili menuju Kuta gue masih menemui beberapa kejadian menyebalkan lainnya.

Pertama, kapal sewaan pribadi yang dijanjikan kepada kami untuk Pulang-Pergi Bangsal -Gili Trawangan tidak pernah ada. Kapal yang guei tumpangi dari Gili Trawangan ke Pelabuhan Bangsal Lombok ternyata juga kapal publik sama seperti  saat berangkat *sigh*, untung di kapal banyak bule ganteng nan kekar yang bisa bikin hati adem (oke ini out of topic).

Sesampainya di Dermaga Bangsal, kami langsung diserbu oleh belasan orang dari mulai kuli panggul yang kadang ga pakai konfirmasi langsung angkat barang kita dan saat diturunkan mereka minta bayaran, sampai orang-orang yang berteriak menanyakan tiket perjalanan selanjutnya yang pada akhirnya gue sadari mereka adalah calo-calo tiket gelap sekaligus penipu yang suka mengambil tiket wisatawan untuk kemudian dijual kembali.

Pasti kalian bertanya “hah?! Bagaimana bisa? maksudnya apa?” gitu kan ya? ya KAN?! baiklah kalau kalian memaksa gue ceritain sekarang “digebuk*. Jadi semenjak wisatawan baik lokal maupun asing masih di atas kapal dan hendak mau turun, di sekitar kapal biasanya sudah ada orang-orang yang berkerumun menanyakan tiket, gue sendiri waktu ditanya oleh mereka gue perlihatkan tiket gw, dan untungnya saat itu tiket gue ga diambil sama itu orang-orang. Beberapa wisatawan yang tidak beruntung, setelah mereka menunjukkan tiket, maka tiket akan diminta oleh calo-calo penipu tersebut, dengan mengaku sebagai sopir bus / travel yang akan membawa wisatawan ke tujuan selanjutnya, mereka telah berhasil mengelabui wisatawan lugu nan polos dan kemudian kabur membawa tiket travel tersebut untuk kemudian dijual lagi kepada  wisatawan lain. Satu hal yang memungkinkan hal tersebut terjadi adalah tiket-tiket yang tidak diberi nama lengkap dan ID calon penumpangnya, ga heran tiket-tiket bodong tersebut gampang banget diperjual belikan.

Kedua, apabila belum pernah ke Gili via Bangsal sebelumnya, jangan mudah percaya apa yang dikatakan masyarakat lokal. Misalnya kami telah dibohongi karena “harus” naik cidomo (kereta kuda) dan membayar IDR 20-30k untuk perjalanan yang hanya berjarak sekitar 200-300 meter :(. kalau memang males jalan segitu, bawaan terlalu berat atau memang centil aja ya silahkan kalau tetap ingin  menggunakan jasa cidomo, tapi kalau ingin menghemat dan tidak menghamburkan uang ya sebaiknya bisa dengan tegas menolak orang-orang yang menawarkan cidomo. Mereka menawarkan cidomo dan kemudian mulai mengelabui wisatawan dengan cara-cara sebagai berikut :

  • Travel / Bus yang masuk ke Bangsal harus berhenti di terminal, sekitar 300 meter dari pelabuhan, dari terminal, kemudian si sopir travel kita akan bilang “silahkan menyewa cidomo untuk kemudian diantar ke pelabuhan” sopir tersebut akan menambahi dengan kata-kata seperti “pelabuhannya masih jauh” atau “nanti capek”. Setelah itu, gue diantar cidomo ke sebuah loket penjualan tiket yang ternyata hanyalah COUNTER AGEN TRAVEL yang telah menipu gue 🙁
  • Di agen travel abal-abal tersebut kami diberi tahu bahwa kapal yang menuju Gili Trawangan baru saja berangkat, dan gue beserta satu orang temen gue merupakan dua penumpang yang tersisa. sedangkan kapal selanjutnya akan berangkat saat sudah terdapat 30-40 orang lagi. Tips : kapal menuju Gili Trawangan berangkat setiap jam mulai pukul 8.00 pagi hingga 16.00 sore, jadi jangan takut kehabisan kapal publik.

 Nah, balik ke perjalanan dari Bangsal ke Kuta Lombok. Kami dengan selamat telah bertemu dengan sopir travel yang akan mengantar kami menuju Kuta Lombok, travel dengan mobil APV tersebut menaikkan enam penumpang, Gue, Temen gue, 2 cewek bule, 1 cowok bule dan 1 mbak-mbak wisatawan lokal dari Bandung.

Baru sekitar 45 menit perjalanan, sopir menghentikan mobil di depan sebuah kantor travel yang tutup. Kemudian dengan wajah bingung sopir menyampaikan ke tiga bule yang duduk di belakang kalau mereka harus turun disitu. Sopir bus mengatakan kalau dia hanya dititipi oleh temannya untuk mengantar 3 bule tersebut ke tour & travel tersebut, tiga bule menyanggah dan mengatakan kalau mereka sudah membayar full untuk dapat diantar sampai ke Kuta Lombok. Si sopir bilang kalau mereka tidak punya tiket, mereka tidak bisa diantar sampai ke Kuta, si bule bilang “gimana kita bisa punya tiket, orang tadi tiketnya aja diambil sama orang yang ngaku sopir kok” *dang*

Gue dan temen gue akhirnya berusaha membantu dan menengahi antara sopir dengan tiga bule tersebut, menelpon agen tour yang tidak aktif nomornya, menelpon kantor yang tidk diangkat karena tutup dan akhirnya pasrah. Sopir kami membawa kami ke tempat lain dan akhirnya mengatakan akan memberi solusi bagi tiga bule tersebut.

Yang terjadi solusi yang diberikan adalah : memaksa tiga bule tersebut untuk membeli tiket pulang pergi Kuta-Gili atau Kuta-Bali, salah satu bule cewek yang kemudian gue ketahui namanya Anja mengatakan (dengan translate) “gue ga perlu tiket PP gue cuma mau bayar dari sini ke Kuta” tapi sopir kami memaksa, akhirnya Anja dkk mengalah dan membeli kembali tiket seharga IDR 200K.

Belum berhenti sampai disitu, kami (gue, temen gue dan 3 bule) juga disuruh pindah mobil dengan alasan si sopir masih menunggu penumpang lain dan itu lama. Karena sudah marah, capek dan sudah diburu waktu kami menurut saja, dan yang terjadi selanjutnya kami dipindahkan ke mobil L300 tua tanpa AC dan dengan kursi sudah rusak dimana-mana *nangis*, namun karena tak punya pilihan lain kami pasrah saja dan tetap menikmati perjalanan dengan Angin Jendela.

Jadi ya teman-teman, semua itu ternyata sindikat, mulai dari sopir travel sampai ke kusir cidomo sudah bekerja sama untuk menipu. Sopir travel yang kami percayai pun akhirnya menipu kami dengan memindahkan kami ke mobil tua busuk hingga sampai ke Kuta. Si sopir juga gue yakin tau kalo tiga bule itu ga bawa tiket, makanya bisa sembarangan nurunin penumpang. Bayar 200 ribu hanya untuk naik mobil busuk itu menyedihkan sekali, rasanya sudah seperti ditipu pacar *yak lebay lagi*.

Ketiga, sewaktu di Kuta kami jadi akrab dengan tiga bule yang sama-sama jadi korban penipuan, nama mereka Anja, Heika dan Gary. Malam terakhir gue di Kuta, gue, Gary dan Anja mengobrol disebuah bar tradisional di tepi pantai. Dari ngobrol-ngobrol tersebut gue tau berbagai cerita yang mereka alami selama perjalanan Gili-Kuta.

Mereka bilang bahwa masyarakat sekitar sering bersikap tidak sopan dan tidak menghargai wisatawan, terutama wisatawan asing, diluar penipuan tiket, ternyata Anja juga mengalami pelecehan dimana saat berada di Gili, dia sedang bersantai di tepi pantai dan tiba-tiba ada orang lokal yang menggelitik dan mencubit pipinya, setelah ditolak dengan halus oleh Anja, orang lokal tersebut bukannya mundur malah dengan pedenya mencium Anja tepat di bibir! ugh.. kalo gw udah gw gamparin kali ya, tapi apa daya, kadang wisatawan juga takut kalo melawan orang lokal, sadar dia disana cuma cewek dan sendirian, akhirnya cuma ditolak secara halus. 🙁

Gary bule dari UK juga menceritakan hal yang sama, hampir semua orang penduduk lokal yang dia temui, menawarkan ganja, alkohol, drugs, mushroom dan lain-lain. Dan bukan hanya menawari, mereka bahkan sedikit memaksa. Padahal Gay sendiri sudah berhenti merokok dan tidak ingin mencoba hal-hal yang ditawarkan itu, “mereka pikir semua bule sama apa? doyan giting sama mabok gitu?” kira-kira gitu translate kata-kata Gary.

Anja kemudian cerita kalau ada temannya sesama traveler yang datang ke Gili, setelah 4 bulan Anja menghubungi temannya tersebut, dia pikir temannya sudah berkeliling Indonesia, ternyata tidak. Temannya itu masih tinggal di Gili dan kerjaanya setiap hari hanya giting, mabok, tidur setiap hari. Sayang sekali ya.. gue sendiri bebas aja kalo orang mau smoking weeds atau drunk, tapi kalau sampai kayak gitu kasian juga :(.

Paginya, gue mengantar Anja, Gary dan Heika untuk pindah ke Banana Guest house, sesampainya disana kami ketemu sama cewek bule yang sudah dua minggu di Kuta Lombok, dia kemudian cerita betapa masyarakat lokal sangat primitive serta tidak menghargai mereka, seperti memasang harga semaunya, pelayanan buruk, tidak menjawab arah yang tepat saat ditanya, memaksa apabila menjual sesuatu, dan banyaknya pungli di tempat wisatanya sendiri. Gue sedih dan prihatin, karena sebenarnya masyarakat Lombok itu cukup ramah, ya hanya saja ada beberapa sikap yang perlu diperbaiki kalau mereka ingin pariwisata disana maju.

Satu hal catatan gue, kesiapan dalam mengelola tempat wisata juga harus dibarengi dengan kesiapan masyarakatnya. Pendidikan yang cukup, pengetahuan yang memadai, jaga keamanan dan kenyamanan pengunjung. Gue tau bahwa kita tidak selamanya bisa menuruti keinginan orang lain, tai setidaknya penuhi kebutuhan dasarnya, terutama di tempat wisata seindah Lombok. Pemerintah sekitar harusnya bisa lebih sensitif dengan keamanan dan premanisme.

Demikian catatan pinggir yang lebih panjang dari main story-nya sendiri hahaha. Semoga dapat mencegah orang-orang untuk mengalami kejadian buruk serupa.

Lombok Selatan : surga tersembunyi

Perjalanan saya dari Gili Trawangan menuju Lombok Selatan memakan waktu kurang lebih 3,5 jam dengan boat ditambah mobil sewaan.

Sewaktu memasuki wilayah pantai Kuta, yang saya lihat dari tempat ini adalah kesederhanaan.
Belum ada cafe atau diskotek dengan bangunan modern, bahkan saya jarang menjumpai hotel-hotel mewah di sepanjang jalan. Berbeda dengan kawasan pantai Senggigi yang sudah banyak “dipercantik”, kawasan Lombok Selatan masih menawarkan keluguannya sebagai tujuan wisata.

20130316-024406 PM.jpg
kamar kami di Hotel Astura, Lombok

Saya menginap di Tastura Hotel, persis di depan pantai Kuta dengan tarif IDR350k/ malam. Hotel dengan bangunan yang bergaya tahun 70-an tersebut mempunyai taman yang sangat luas dan kamar mandi denan atap terbuka. Benar-benar terasa suasana pedesaanya.

Begitu sampai kami langsung menyewa motor dengan tarif IDR50k/ hari dan langsung berkeliling pantai di sepanjang pesisir Lombok Selatan hingga Lombok Tengah.
Terdapat beberapa pantai indah yang masih sangat sepi dengan pasir putih, ombak yang tenang dan warna laut hijau kebiruan, saya seperti melihat surga tersembunyi sepanjang perjalanan menyusuri pantai. Beberapa pantai yang kami kunjungi seperti Pantai Kuta, Pantai Aan, Pantai Kotak, Pantai Seger, dan juga pantai Gerupuk. Untuk pantai yang terakhir, merupakan pantai favorit wisatawan yang ingin berselancar karena ombaknya.

20130316-024710 PM.jpg
pohon ini bagai di cerita Alice inwonderland

Setelah lelah berkeliling Pantai, saya kemudian bersantai sambil menikmati makanan dan minuman disalah satu kafe yang banyak berjajar sepanjang Pantai Kuta.

20130316-024911 PM.jpg
pasir putih di pantai Kotak

Tak selang berapa lama, beberapa teman turis asing yang satu mobil dengan kami sejak perjalanan dari Gili ikut bergabung, kami kemudian saling bertukar cerita mengenai pengalaman traveling masing-masing hingga malam.
Malamnya kami makan malam di sebuah warung nasi goreng Jawa. Yang menarik dari warung ini adalah : meskipun warungya tradisional dan seperti warung nasi goreng yang biasa terdapat di kampung-kampung, tapi 90% pengunjungnya adalah turis asing. Bahkan hanya saya dan satu orang teman yang merupakan orang Indonesia di warung tersebut.
Di Lombok Selatan, lebih banyak guest house (dengan harga mulai IDR80k-IDR150k) dan warung tradisional daripada Hotel berbintang. Setahu saya hanya Hotel Novotel satu-satunya Hotel berbintang yang berada di tempat tersebut. Wisatawan Asing yang kebanyakan merupakan backpacker juga lebih suka tinggal di guest house dengan alasan mengirit budget. Satu yang sangat terkenal adalah Banana Guest House.
Selama berkeliling Lombok Selatan saya lebih sering berjumpa dengan turis asing daripada wisatawan lokal dari dalam negeri.
Malam setelah makan malam, saya dan dua backpaker dari Norwegia dan UK melanjutkan mengobrol di salah satu bar di Kuta, namun jangan harap akan bisa nongkrong sampai pagi di Bar tersebut, karena rata-rata bar dan cafe hanya buka hingga pukul 11 malam.

20130316-025334 PM.jpg
Kolam renang hotel

foto-foto lain silahkan lihat di galeri 🙂

Gili Trawangan : Negara Pesta Mimpi

20130312-113428 PM.jpg
ini salah satu sudut dermaga Bangsal, air mineral galon dan tabung gas siap diangkut

Meski masih sedikit kesal setelah mendapatkan scam pada awal perjalanan kapal, tidak berselang lama setelah itu saya pun terhibur oleh indahnya pemandangan selama berada di atas kapal. Hamparan biru laut dengan ombak yang cukup tenang, ditambah dengan deretan bukit dari pulau-pulau di sekitar memanjakan mata saya selama kurang lebih 30 menit penyebrangan.

20130312-113556 PM.jpg
di dalam kapal menuju Gili Trawangan

Sesampainya di Pelabuhan Gili Trawangan saya tak bisa menahan diri untuk segera mengambil foto pemandangan dari pantai.

20130312-113705 PM.jpg
Dermaga Gili Trawangan

Apabila belum sempat booked hotel, di Pelabuhan banyak sekali calo dan makelar villa yang menawarkan tempat mengunap dengan harga bervariasi, mulai dari IDR250k- IDR1200k dapat mereka sediakan.

20130312-113855 PM.jpg
teras Hotel kami
20130312-114043 PM.jpg
pemandangan kolam renang dari hotel

Saya sudah memesan hotel di The Beach House dengan tarif IDR550K per malamnya.

20130312-113932 PM.jpg
Standard Room

Dengan mengendarai cidomo, saya menuju hotel yang berada di daerah timur pantai. Hal menarik sengan cidomo yang saya tumpangi adalah si Noah, kusir bule yang mengantarkan saya. Bukan kusir betulan, hanya anak dari salah seorang pengusaha ekspatriat yang membuka butik di Gili Trawangan.

20130312-113747 PM.jpg
Noah kusir kecil kami
20130312-113959 PM.jpg
berfoto dulu dengan Noah

Gili bagi saya seperti sebuah Negara Mimpi, dimana semua orang bebas (dan disarankan) untuk berpesta, berpetualang, bersantai, dan makan sekenyangnya. Daerah yang dipadati wisatawan mancanegara itupun sudah seperti bukan sedang berada di Indonesia.

20130312-114329 PM.jpg
bersantai di pinggir pantai (padahal niatnya mau foto si bule mirip David Beckham :D)
20130312-114606 PM.jpg
Restoran tepi laut di depan hotel kami

Untuk berkeliling Gili saya menyewa sepeda dengan tarif IDR50k per hari, banyak hal yang dapat saya lakukan dalam waktu sehari; mampir di berbagai cafe sambil berkenalan dengan wisatawan lain, mencicipi gelato Gili, spa, berkeliling pulau-pulau dengan kapal, snorkeling, diving, atau sekedar main kano.

20130312-114435 PM.jpg
life of Vi
20130312-114301 PM.jpg
bersantai sambil melihat wisatawan snorkeling

Pada malam hari di beberapa kafe dan bar menyelenggarakan pesta hingga pagi. Dan karena sudah seperti Negara Mimpi, berbagai pesta gila terjadi setiap hari.
Tak sedikit yang menawarkan ganja, mushroom, hingga obat-obatan terlarang selama berpesta. Dan karena ini merupakan Negara Pesta dan mimpi, maka hal tersebut terlihat biasa.

20130313-035444 PM.jpg
meikmati ‘lalu lintas’ air yang padat
20130312-114134 PM.jpg
Jus nanas segar di salah satu Cafe

Penduduk lokal Gili juga sangat menyukai Wanita-wanita dari pulau Jawa, terutama Sunda. Selama saya disana beberapa kali penduduk lokal bertanya kepada saya apakah saya orang sunda, dan setelah saya jawab tidak, sepertinya mereka sedikit kecewa. Haha.

20130312-114632 PM.jpg
kemilau air, pegunugan dan kepulauan
20130312-114709 PM.jpg
kembali ke Lombok
20130312-114210 PM.jpg
perpaduan warna langit, awan dan airnya buat ternganga ya

20130312-114653 PM.jpg

20130312-114407 PM.jpg

20130313-035138 PM.jpg
bye Gili! see you soon

Dermaga Bangsal Lombok : waspada penipuan tiket dalam perjalanan.

Perjalanan saya ke Gili Trawangan dapat dikatakan tidak terlalu mulus.
Di awal perjalanan saya menyewa mobil dan sopir yang saya temui pada malam sebelumnya, setelah setuju dengan harga sewa mobil termasuk bensin sebesar IDR 250k, si bapak langsung menjemput ke hotel.
Perjalanan dari Praya menuju dermaga kapal di Bangsal kurang lebih berjarak 49km dengan waktu tempuh perjalanan kurang lebih 1 jam 45 menit. Selama perjalanan saya sampai memaksa mata untuk terus terbuka lebar karena setiap titik yang saya lewati selalu dipenuhi pemandangan indah, mulai hamparan sawah, perbukitan hingga pesisir pantai sepanjang Mataram – Senggigi – Bangsal.
Sampai di Bangsal kami naik cidomo (kereta kuda) ke tempat penjualan tiket kapal. Kami pun langsung menanyakan tiket yang tersedia untuk kapal biasa dengan harga tiket IDR10k.
Petugas tiket menyampaikan bahwa kapal biasa baru kami saja calon penumpangnya, padahal kapal publik harus berisi 30-40 orang sekali jalan. Kami pun disarankan untuk menyewa kapal pribadi seharga IDR 400k / orang.
Karena terlalu mahal kami tidak mau mengambil paket tersebut, dan setelah tawar menawar akhirnya si penjual tiket menawarkan paket antar jemput PP dari Bangsal-Gili Trawangan dan Gili Trawangan-Kuta sebesar IDR300k.
Kata si penjual, kapal tersebut merupakan kapal sewaan pribadi. Karena sudah pukul 12 siang akhirnya kamipun setuju.
Begitu naik ke kapal kami baru sadar bahwa kami terkena scam oleh penjual tiket. Kapal yang kami tumpangi menuju Gili Trawangan ternyata kapal publik biasa yang seharusnya harga tiketnya IDR10k, dan karena tiket pulang Gili-Kuta IDR 200k, maka kami membayar IDR100k untuk tiket kapal Bangsal-Gili yang seharusnya seharga IDR10k. Antara jengkel dan pasrah kami melanjutkan perjalanan.
Tips : apabila hendak ke Gili dari Bangsal, sebaiknya cek terlebih dahulu kondisi dermaga, apabila perlu beli tiket saat akan naik kapal saja, jangan membeli tiket sebelum tahu benar kondisi kapal yang akan berangkat.
Akan lebih baik berangkat lebih awal (sekitar pukul 8 pagi) karena pada pagi hari kapal-kapal yang menuju Gili masih banyak.

Praya Lombok, si “Gadis malu-malu”

Kedatangan saya di Bandara Praya, Lombok Tengah disambut gerimis pada malam hari. Bandara yang mulai beroperasi sejak tahun 2011 ini tidak terlalu besar, namun cukup untuk sebuah penerbangan internasional.
Keluar dari pintu kedatangan, saya langsung dikerumuni oleh para calo tiket dan orang-orang yang menawarkan paket tour selama di Lombok, sembari menunggu jemputan dari Hotel, saya iseng-iseng bertanya tarif untuk antar jemput selama perjalanan hingga akhirnya mencatat nomor telp salah satu pengemudi untuk nanti apabila saya butuh transportasi.
Berselang beberapa menit penjemput dari hotel datang, dengan sedikit geli saya memerhatikan si Bapak penjemput yang datang menjemput tamu hanya berpakaian sarung dan jaket. Setelah beberapa langkah menuju tempat parkir mobil, saya kemudian mengerti, bahwa sarung di kota ini merupakan pakaian casual mereka. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya orang yang berlalu lalang di bandara hanya dengan memakai sarung dan kaos.
Saya menginap di Hotel Grand Royal Praya, satu-satunya hotel terdekat dari bandara, hanya berjarak kurang lebih 3km dengan waktu tempuh sekitar 7-10 menit perjalanan menggunakan mobil.
Kota Praya pada pukul 10.30 malam waktu setempat sudah seperti kota mati, hampir tak ada kendaraan berlalu lalang maupun toko atau tempat hiburan yang buka, mungkin karena tempat ini baru mulai “menggeliat” dalam hal pariwisata. Padahal kalau dilihat kotanya cukup cantik, hotel yang saya tempati juga cukup bagus dengan rate IDR509k per malam, kalau diibaratkan kota Praya ini seperti gadis desa cantik yang masih malu-malu untuk menunjukan pesonanya.
Sayapun kemudian beristirahat untuk kemudian bersiap menuju Gili pagi harinya.

Foto-foto silahkan di lihat pada galeri.

Follow

Get every new post delivered to your Inbox

Join other followers: