Pukul 21.17 , saya melirik jam tangan dengan mata masih setengah merem. Langsung otomatis menoleh ke arah luar jendela. “sudah nampak bangunan besar dengan lampu, pasti stasiun Cirebon sudah dekat” batin saya.
Tidak lama kemudian kereta berhenti, saya turun dan dengan cepat badan merespon udara hangat di sekitar, syal yang sejak tiga jam lalu difungsikan sebagai selimut di dalam kereta saya masukkan ke dalam tas punggung hitam. Sambil berjalan mencari pintu keluar kamera saya kalungkan di leher, siap membidik apa saja hal menarik kota ini.
Selang 10 menit menunggu di pintu keluar saya kemudian dijemput teman yang datang jauh-jauh dari tempat kerjanya di Brebes untuk menemani saya jalan-jalan. Karena sudah hampir jam 10 malam dan khawatir kamar hotel akan di release, maka tujuan pertama saya ke hotel dulu untuk check in. Selesai urusan hotel, karena tidak sempat makan malam langsung saja saya bertanya kepada staff hotel tempat makan yang masih buka sampai malam.
Bagi masyarakat Cirebon, empal gentong merupakan makanan khas yang banyak ditawarkan di banyak tempat. Membuktikan rekomendasi dari banyak teman, akhirnya saya mencoba empal gentong yang dikatakan paling lezat di Cirebon.
Bagi yang belum tau, Empal Gentong itu makanan seperti rawon dari daging sapi yang diberi kuah santan nikmat. Setelah kenyang dan masih belum ingin istirahat, teman saya mengajak untuk menikmati “hiburan malam Cirebon” awal mulanya saya berpikir hiburan malam yang dia maksudkan adalah nongkrong di kaki lima atau warung kopi dengan diiringi oleh musik khas daerah. Namun ternyata hiburan malam yang dimaksudkan adalah CLUB atau DISKOTEK (iya ini jadul). Dengan heran saya bertanya “Hah? macam apa pula kota santri ada hiburan macam itu?” dan teman menjawab dengan yakin “ADA. coba deh tanya temen kamu yang kerja di Cirebon”.
Menurut saya kemudian menghubungi teman via social media untuk menanyakan lokasi “hiburan malam” yang dimaksud. Tak sampai 2 menit saya mendapat jawaban yang mengagetkan, ternyata HIBURAN MALAM CIREBON ADA SAUDARA-SAUDARA. Namun dijelaskan lebih lanjut oleh teman saya kalau di kota (Cirebon) sekarang memang sudah dilarang penjualan alkohol dan semacamnya, kalau mau club yang menjual alkohol disarankan untuk pergi ke Kabupaten. Iya… KABUPATEN.
Menelusuri jalanan sepi menuju Kabupaten Kedawung, Cirebon, saya pergi ke satu tempat hiburan yang di maksud. Club yang jadi satu lokasi dengan Hotel itu ternyata cukup nyaman. Tempat luas, musik, dan DJ yang tidak kalah seru dari club di Jakarta, dan tentunya aneka minuman dengan atau tanpa alkohol yang bebas dipesan. π
Pulang ke hotel sudah sekitar jam 4 pagi, dan saya di sambut bulan purnama terang yang bersinar dari atap hotel, tentunya disambut dengan ayam berkokok juga. :”)
Paginya, setelah sarapan kami berangkat menuju tempat wisata di Cirebon. Pada dasarnya, kawasan wisata Cirebon dibagi menjadi 3 yaitu : Keraton, Batik & oleh-oleh khas dan Kuliner. Karena saya suka bangunan tua, maka saya langsung menuju ke tiga dari empat keraton yang ada di Cirebon.
1. Keraton Kasepuhan
Ini adalah keraton pertama yang saya kunjungi, merupakan keraton yang paling terkenal dan selain dikelola oleh Pihak Keraton juga dikelola oleh Pemda. Karena Keraton Cirebon tidak punya Raja, maka pemimpin tertingginya adalah Sultan.
Keraton Panembahan ini memiliki museum khusus untuk menyimpan benda-benda bersejarah, yang paling terkenal adalah Kereta Singa Barong yang digunakan untuk menggotong Sultan di acara-acara besar.
Kereta aslinya sudah tua dan tidak dapat digunakan, sedangkan Keraton sekarang mempunyai Kereta tiruannya untuk digunakan di acara-acara besar Keraton. Yang menarik lainnya adalah lukisan 3 dimensi, menggambarkan Sultan dengan Singa. Disebut 3 Dimensi karena dari arah manapun kita melihat, Mata dan jempol kaki Sultan akan mengikuti kita. hiiiii.. Tapi jangan takut dulu, lukisan itu memang dibuat sedemikian rupa agar mata dan jari Sultan dapat bergerak mengikuti yang melihat.
2. Keraton Kacirebonan
Berjarak kurang lebih 500 meter dari Keraton Kasepuhan, Keraton kedua yang kami kunjungi lebih kecil dan sederhana dari yang pertama. Masuk keraton kami ditemani guide lokal (biasanya masih keluarga keraton) berkeliling. Keraton Kacirebonan lebih seperti rumah bangsawan yang besar, dengan ruang tamu yang luas dan menyimpan banyak benda bersejarah. Lingkungan keraton masih ditempati kerabat keraton, dan terkadang masih ada kegiatan berupa upacara-upacara yang dilakukan.
Hal menarik yang saya termukan di Keraton Kacirebonan ini adalah alat untuk tedak siti atau perayaan awal berjalan anak raja, dimana bayi akan diletakkan di dalam kurungan besar dan diberikan barang-barang. Baang yang dipilih oleh bayi pertama kali akan menentukan karakternya.
3. Keraton Kanoman
Keraton ketiga, terakhir dan yang menjadi favorit saya selama di Cirebon adalah Keraton Kanoman. Terletak agak jauh dari kedua Keraton sebelumnya dan harus melewati gang sempit yang berujung pada pasar. Saat saya masuk, saya langsung disuguhi oleh bangunan-bangunan bercat putih dengan hiasan berbagai keramik. Disambut juru kunci seorang bapak-bapak tua, kami dijelaskan bahwa Keraton ini masih dikelola oleh Keluarga, sehingga masih sepi dari pengunjung. Seingat saya Keraton ini merupakan satu-satunya keraton yang tidak memungut biaya atau tiket masuk. Banyak bangunan bagus seperti Bangunan dengan Lonceng tua yang berdiri di sebelah masjid, gerbang khas bangunan Hindu, dan juga benteng Khas Cirebon. Segala bangunan dibangun dengan filosofi tersendiri.
Terdapat beberapa bagian bangunan utama, seperti tempat bersemedi, tempat ibadah, tempat berunding, tempat persemayaman raja, yang menarik untuk dilihat dari tempat ini. Lokasi yang sangat luas, namun sayang kurang dirawat.
Selain Keraton dan Empal Gentong, Cirebon juga sering dikaitkan dengan makanan khasnya yang lain yaitu Nasi Jamblang. Nasi Jamblang ini nasi dengan beragai lauk-pauk yang dipilih sendiri, model makannya prasmanan alias swadaya. Lauk-pauk yang ditawarkan mulai dari paru, tahu, tempe, ikan, telur, lidah sapi, dan juga tak lupa sayuran seperti oseng pare dll. Untuk rasa sudah tak diragukan lagi, antrian untuk satu porsi Nasi jamblang ini saja bisa sangat panjang.
Kenyang dengan Nasi Jamblang, saya pun berminat untuk mencari oleh-oleh, berdasarkan rekomendasi dari staff hotel, saya dapat berburu oleh-oleh di kawasan jalan Trusmi, tidak heran batik Khas Cirebon yang dijual di situ pun juga dinamakan Batik Trusmi. Berjarak sekitar 20 menit dengan menggunakan mobil akhirnya saya sampai di salah satu toko besar yang menjual berbagai macam batik, kerajinan tangan dan juga makanan oleh-oleh khas Cirebon. Bagi yang suka belanja siap-siap kalap di sini. π
Eeeits! tunggu dulu, setelah puas berbelanja di kawasan Trusmi, jangan langsung pulang. Masih ada satu lagi objek wisata menarik yang bisa dikunjungi di Cirebon, yaitu Gua Sunyaragi. Gua buatan yang dibangun sebagai tempat beristirahat dan bersemedi para Raja ini dibangun dari batu kapur dan kuning telur! Tetapi mentang-mentang terbuat dari kuning telur jangan dijilat ya, ga enak. (yakale)
Gua ini dibangun di atas tanah seluas 15 hektar, dan tiap ruangannya memiliki filosofi tersendiri. Ada sebagai tempat bertapa Raja, Tempat berunding, tempat beristirahat, tempat latihan perang, bahkan tempat bersembunyi dari Pasukan Belanda. Hal menarik disini adalah adanya jendela kecil yang disebut sebagai Cermin Ajaib, dimana apabila seorang putri Raja yang berperilaku baik dan bagus pula ibadahnya menatap lurus jendela (cermin) tersebut, akan dapat berbicara dengan leluhurnya.
Di sisi lain Gua Sunyaragi ini juga terdapat sebuah lokasi yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai makam Laksamana Ceng Ho. Benar atau tidaknya tidak ada yang dapat benar-benar dapat memastikan. Di sebelah makam tersebut terdapat pohon cherry yang berusia ratusan tahun.
Setelah puas berkeliling Gua Sunyaragi ini, saya kemudiansegera menuju ke Stasiun untuk kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan menuju ke Jakarta dalam hati saya berjanji suatu saat akan kembali ke Kota penuh filosofi ini. π
foto-foto keunikan Cirebon lainnya silahkan lihat di galeri.