Suasana panggung utama Dreamfield fest. gambar diambil oleh photographer resmi DF
Kata orang, kalau menginginkan sesuatu memang harus diucapkan terus, dibayangkan dan diniati dengan sungguh-sungguh biar jadi kenyataan. Percaya ga percaya, apa yang dikatakan orang-orang itu ada benarnya juga, contohnya datang ke acara Dreamfield Festival 2014 ini.
Berawal dari pembicaraan dengan teman yang berencana datang ke Bali untuk datang ke Dreamfield Festival. Nah Dreamfields Festival adalah salah satu festival Electronic Dance Music (EDM) yang paling berkembang di dunia. Berasal dari Belanda, tahun ini Dreamfields Festival hadir juga di Bali, Indonesia, dengan konsep panggung yang unik dan dekorasi yang memesona dengan sentuhan aspek budaya. Diselenggarakan di taman budaya terbesar di Bali, Garuda Wisnu Kencana, pada 16 Agustus 2014, Dreamfields Festival kali ini dipersembahkan oleh BlackRock, Matrixx, dan BlackBeat, serta didukung penuh oleh Marlboro.
Secara saya suka party dan pantai yah, penginnya sih ikut. Sayang karena lagi banyak pengeluaran sehabis lebaran (halah bilang aja bokek) akhirnya saya mengurungkan niat untuk beli tiket Jakarta – Denpasar PP. hiks.
Namanya juga rejeki dan jodoh ga akan kemana, dua hari sebelum acara berlangsung saya dapat telp dari agency Prodigy yang menawarkan saya untuk terbang ke Bali menghadiri Dreamfield Festival. Tanpa pikir panjang langsung saya iyakan kapan lagi kan ke Bali gratis plus akomodasi lengkap *jejingkrakan*.
Sebagian Rombongan Media
Singkat cerita, sampailah saya bersama beberapa teman dari media lain yang meliput acara tersebut. Begitu sampai kami langsung makan siang dulu sambil menikmati angin pantai di Chiriquito Restaurant, Double Six beach, Seminyak.
Setelah puas makan dan foto-foto bentar, kami langsung check-in Hotel di The Haven Hotel, Seminyak. Beruntungnya lagi, saya dan satu teman sekamar dapat honeymoon suite dengan double room yang mewah abis *kecupin pihak sponsor*.
balconyThe Haven dari lobby
Karena ga mau rugi, saya langsung memanfaatkan kolam renang di depan villa untuk berenang berfoto selfie (berenangnya bentar, foto selfienya banyak). Selesai berenang saya sempat tertidur di bed di balkon (iya di balkon hotel ada bed besar buat ngisis), dan langsung bersiap-siap ke Dreamland GWK untuk makan malam dan berpesta di Dreamfield Festival.
Makan malam mewah diadakan di Jendela Resto, Garuda Wisnu Kencana, depan area festival persis. Selama makan malam suara jedug-jedug DJ sudah mulai terdengar, satu jam kemudian kami sudah masuk ke dalam area Festival.
Jendela Resto, GWK
Festival musik (rave party) yang katanya terbesar di Bali ini berhasil menjual 13.000 tiket dengan asumsi probadi saya bahwa pengunjung sebagian besar berasal dari Jakarta dan sisanya turis asing & masyarakat sekitar Bali 😀 ya habis di mana-mana ketemunya orang-orang Jakarta juga (HIH). Line up dari festival ini ada banyak banget! misal Dash Berlin, Sidney Simson, Ummet Ozcan, Timmy Trumpet, Will Sparks, Wildstylez, Jochen Miller, Nakadia, Nick Sijmen, LA Riots, Dubvison, Mighty Fools, Goldfish & Blink, dan kolaborasi DJ Indyana & Anggun yang membawakan theme song Dreamfields Festival 2014.
Dash Berlin Performance. foto dari fotografer resmi DF
Selain DJ, di panggung samping terdapat juga sejumlah kegiatan interaktif di MSpot Area yang bertemakan racing. Beberapa kegiatan interaktif yang dihadirkan oleh Marlboro di area ini adalah Racing Simulator, Change Tire Challenge, RC Race, dan Augmented Reality Photo Booth. Sesuai dengan semangat Dreamfields Festival untuk menghadirkan international lifestyle experience, Marlboro juga menghadirkan replika Ferrari dan Ducati di sini.
Will Sparks. foto dari fotografer resmi DF
Seluruh kegiatan di MSpot Area ini merupakan bagian dari kampanye ‘Be>Marlboro’ yang diusung Marlboro sejak bulan Mei tahun lalu. Dengan ‘Be>Marlboro’, Marlboro melalui dua platform utamanya, yakni lifestyle dan racing, secara konsisten mengajak masyarakat dewasa untuk berani mengambil keputusan dan memegang kendali dalam hidup. Inilah alasan Marlboro menghadirkan kegiatan-kegiatan bertema racing yang stylish dan premium that only Marlboro can do! di Dreamfields Festival 2014.
racing games at MSpotfun Games at MSpot
Yang lebih menyenangkan lagi, bagi lima individu yang berani mengambil keputusan untuk menyelesaikan seluruh tantangan dan memenangkan kompetisi di MSpot Area, Marlboro memberikan apresiasi berupa special treatment di F1 Singapore Grand Prix bulan November mendatang. Tiket dan akomodasi selama tiga hari dua malam, pengalaman langsung menyaksikan F1 Singapore Grand Prix, dan hadir di konser headliners international, seperti J-Lo, John Legend, dan Robby Williams, diberikan khusus oleh Marlboro bagi lima pemenang dan satu orang temannya *langsung semangat ikutan*.
the winner
Pagi harinya, walau masih setengah mengantuk saya sudah harus check out dari hotel untuk makan siang di Double Six Beach kembali sebelum kembali ke Jakarta. Overall walaupun perjalanan singkat dan niat banget ke Bali hanya untuk party namun akomodasi dan acara sunggung memuaskan. Thanks to Marlboro dan juga Prodigy yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. kiss kiss Ciao bellaaa!
Tidak sampai dering ketiga telepon saya sudah diangkat oleh salah seorang pegawai Hotel Santika. Langsung saya sampaikan bahwa saya akan menginap di Santika Cirebon untuk dua malam, dengan ramah staff tersebut mengalihkan telepon untuk disambungkan ke bagian reservasi.
Karena perjalanan saya ke Cirebon baru akan dilaksanakan sekitar sebulan lagi, saya dipesan untuk kembali telepon Hotel di hari H, kebetulan jadwal kereta juga baru tiba di Cirebon pukul 10 malam, “mohon hubungi kami kembali untuk konfirmasi kedatangan ya bu, karena kami khawatir kamar akan di release apabila ibu belum check-in hingga pukul 5” kata staff reservasi.
Sampai di hari H, pukul 3 sore saya menelpon Hotel Santika untuk konfirmasi, saya sampaikan jadwal kedatangan saya, dan tanpa saya duga staff reservasi langsung menawarkan mobil jemputan. Setelah berhasil menepis rasa ge-er saya saya pun menolak dengan alasan teman saya sudah akan menjemput ke Stasiun.
Narsis di Lobby Hotel
Setibanya di Hotel saya langsung sibuk memperhatikan bagian depan hotel tersebut, sekilas nampak seperti bangunan bangsawan pada jaman dahulu. Tentunya karena saya tinggal di Ibukota dengan banyak bangunan bergaya “masa kini”nya, bagunan Hotel Santika ini cukup menarik.
Atap Lobby Santika Cirebon
Saya mendapatkan kamar superior dengan dua tempat tidur, perlu dicatat di sini bahwa Hotel Santika Cirebon memiliki kamar yang semuanya memiliki pool view, dan satu lagi yang saya suka adalah kamar di Hotel Santika berlantai kayu. Benar-benar serasa tinggal di rumah bangsawan jaman dahulu. 🙂
Superior Room Twin Bed
Paginya saya sarapan di Taman Sari Restaurant, restoran dengan dinding kaca yang terletak di samping kolam renang ini menawarkan banyak sekali menu-menu Indonesia, seperti soto ayam, bubur ayam, nasi jamblang, dan juga jajanan pasar seerti gethuk pun ada. Sebagai orang daerah yang cukup lama tinggal di kota, saya serasa pulang ke kampung halaman .:D
Taman Sari Restaurant
Hotel ini juga menyediakan fitness center dan spa, sayang karena jadwal padat saya hanya melihat-lihat saja tanpa sempat menjajal dua fasilitas tersebut. Ada satu hal yang menarik perhatian saya, yaitu pendopo yang terletak di antara lobby dan lounge. Dari yang disampaikan oleh receptionist, pendopo tersebut digunakan sebagai tempat “manggung” pelaku seni lokal, yang biasanya ada setiap minggu pagi. Kesenian lokal yang biasanya di tampilkan adalah Tarling atau gitar dan seruling, lengkap dengan penyanyi dan penabuh genderang yang menyanyikan lagu dengan nada riang namun makna lirik yang dalam mengenai kehidupan.
Kolam Renang
Kebetulan saya suka berenang, dan memang di Hotel Santika Cirebon ini, spot yang paling bagus menurut saya ada di sekitar kolam renang, terdapat taman yang berada di samping kolam renang. Biasanya daerah taman tersebut digunakan untuk acara-acara spesial seperti resepsi pernikahan, ulang tahun, atau selebrasi lainnya. Bagi yang ingin berenang tapi takut tenggelam, jangan khawatir! ada penjaga kolam yang siap menolong seperti di film-film Baywatch 😀 atau kalau hanya ingin bersantai di pinggir kolam sambil berfoto narsis juga menyenangkan.
Setiap saya menginap di hotel, terutama hotel-hotel berbintang saya selalu ingin “menguji” staff-staffnya. Kali ini saya bertanya mulai dari receptionist, waiter, dan security mengenai pertanyaan yang sama, yaitu “apa saja tempat wisata dan kuliner yang bagus di daerah ini, seberapa jauh, dan bagaimana cara mencapainya”, dan saya mendapat jawaban yang tidak jauh berbeda dari satu staff dan staff lain, membuktikan pengetahuan mereka seimbang. hihihi
Tarling alias Gitar Seruling
Mengenai keramahan layanan dan skill staff saya dapat memberikan nilai 9 dari 10, kemudian untuk cepatnya pelayanan saya memberikan nilai 8,5 dari 10, fasilitas kamar hotel termasuk kamar mandi & toilet saya berikan nilai 8 dari 10, fasilitas parkir 9 dari 10, fasilitas kolam renang gym & spa 8 dari 10, lokasi dan bangunan 9 dari 10, kualitas makanan 8 dari 10, overall nilai 8,5 dari 10. 🙂
Nah, pada saat check out saya masih mendapatkan bingkisan dari management Santika Cirebon (yeeeaaaaayy!!). Jadi kalau ditanya apakah saya akan menginap kembali di Hotel Santika Cirebon saya akan jawab IYA, apakah akan merekomendasikan hotel ini? tentu saja. Apakah kamu ingin membuktikan rekomendasi saya? 😀
Terima kasih Santika Cirebon!
Catatan :
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Santika Cirebon dapat klik di sini
Atau dapat juga mention ke @SantikaCirebon atau klik fan page facebook/Hotel-Santika-Cirebon
Pukul 21.17 , saya melirik jam tangan dengan mata masih setengah merem. Langsung otomatis menoleh ke arah luar jendela. “sudah nampak bangunan besar dengan lampu, pasti stasiun Cirebon sudah dekat” batin saya.
Tidak lama kemudian kereta berhenti, saya turun dan dengan cepat badan merespon udara hangat di sekitar, syal yang sejak tiga jam lalu difungsikan sebagai selimut di dalam kereta saya masukkan ke dalam tas punggung hitam. Sambil berjalan mencari pintu keluar kamera saya kalungkan di leher, siap membidik apa saja hal menarik kota ini.
Sambutan pertama dari Cirebon
Selang 10 menit menunggu di pintu keluar saya kemudian dijemput teman yang datang jauh-jauh dari tempat kerjanya di Brebes untuk menemani saya jalan-jalan. Karena sudah hampir jam 10 malam dan khawatir kamar hotel akan di release, maka tujuan pertama saya ke hotel dulu untuk check in. Selesai urusan hotel, karena tidak sempat makan malam langsung saja saya bertanya kepada staff hotel tempat makan yang masih buka sampai malam.
Bagi masyarakat Cirebon, empal gentong merupakan makanan khas yang banyak ditawarkan di banyak tempat. Membuktikan rekomendasi dari banyak teman, akhirnya saya mencoba empal gentong yang dikatakan paling lezat di Cirebon.
Empal Gentong Cirebon dan Es ketan hitam
Bagi yang belum tau, Empal Gentong itu makanan seperti rawon dari daging sapi yang diberi kuah santan nikmat. Setelah kenyang dan masih belum ingin istirahat, teman saya mengajak untuk menikmati “hiburan malam Cirebon” awal mulanya saya berpikir hiburan malam yang dia maksudkan adalah nongkrong di kaki lima atau warung kopi dengan diiringi oleh musik khas daerah. Namun ternyata hiburan malam yang dimaksudkan adalah CLUB atau DISKOTEK (iya ini jadul). Dengan heran saya bertanya “Hah? macam apa pula kota santri ada hiburan macam itu?” dan teman menjawab dengan yakin “ADA. coba deh tanya temen kamu yang kerja di Cirebon”.
Menurut saya kemudian menghubungi teman via social media untuk menanyakan lokasi “hiburan malam” yang dimaksud. Tak sampai 2 menit saya mendapat jawaban yang mengagetkan, ternyata HIBURAN MALAM CIREBON ADA SAUDARA-SAUDARA. Namun dijelaskan lebih lanjut oleh teman saya kalau di kota (Cirebon) sekarang memang sudah dilarang penjualan alkohol dan semacamnya, kalau mau club yang menjual alkohol disarankan untuk pergi ke Kabupaten. Iya… KABUPATEN.
Menelusuri jalanan sepi menuju Kabupaten Kedawung, Cirebon, saya pergi ke satu tempat hiburan yang di maksud. Club yang jadi satu lokasi dengan Hotel itu ternyata cukup nyaman. Tempat luas, musik, dan DJ yang tidak kalah seru dari club di Jakarta, dan tentunya aneka minuman dengan atau tanpa alkohol yang bebas dipesan. 😀
Pulang ke hotel sudah sekitar jam 4 pagi, dan saya di sambut bulan purnama terang yang bersinar dari atap hotel, tentunya disambut dengan ayam berkokok juga. :”)
Bulan sempurna
Paginya, setelah sarapan kami berangkat menuju tempat wisata di Cirebon. Pada dasarnya, kawasan wisata Cirebon dibagi menjadi 3 yaitu : Keraton, Batik & oleh-oleh khas dan Kuliner. Karena saya suka bangunan tua, maka saya langsung menuju ke tiga dari empat keraton yang ada di Cirebon.
1. Keraton Kasepuhan
Ini adalah keraton pertama yang saya kunjungi, merupakan keraton yang paling terkenal dan selain dikelola oleh Pihak Keraton juga dikelola oleh Pemda. Karena Keraton Cirebon tidak punya Raja, maka pemimpin tertingginya adalah Sultan.
Lambang keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Panembahan ini memiliki museum khusus untuk menyimpan benda-benda bersejarah, yang paling terkenal adalah Kereta Singa Barong yang digunakan untuk menggotong Sultan di acara-acara besar.
Kereta Singa Barong
Kereta aslinya sudah tua dan tidak dapat digunakan, sedangkan Keraton sekarang mempunyai Kereta tiruannya untuk digunakan di acara-acara besar Keraton. Yang menarik lainnya adalah lukisan 3 dimensi, menggambarkan Sultan dengan Singa. Disebut 3 Dimensi karena dari arah manapun kita melihat, Mata dan jempol kaki Sultan akan mengikuti kita. hiiiii.. Tapi jangan takut dulu, lukisan itu memang dibuat sedemikian rupa agar mata dan jari Sultan dapat bergerak mengikuti yang melihat.
Lukisan Sultan 3 dimensi
2. Keraton Kacirebonan
Berjarak kurang lebih 500 meter dari Keraton Kasepuhan, Keraton kedua yang kami kunjungi lebih kecil dan sederhana dari yang pertama. Masuk keraton kami ditemani guide lokal (biasanya masih keluarga keraton) berkeliling. Keraton Kacirebonan lebih seperti rumah bangsawan yang besar, dengan ruang tamu yang luas dan menyimpan banyak benda bersejarah. Lingkungan keraton masih ditempati kerabat keraton, dan terkadang masih ada kegiatan berupa upacara-upacara yang dilakukan.
“teras” Keraton Kacirebonan
Hal menarik yang saya termukan di Keraton Kacirebonan ini adalah alat untuk tedak siti atau perayaan awal berjalan anak raja, dimana bayi akan diletakkan di dalam kurungan besar dan diberikan barang-barang. Baang yang dipilih oleh bayi pertama kali akan menentukan karakternya.
Kurungan untuk upadaca Tedak Siti
3. Keraton Kanoman
Keraton ketiga, terakhir dan yang menjadi favorit saya selama di Cirebon adalah Keraton Kanoman. Terletak agak jauh dari kedua Keraton sebelumnya dan harus melewati gang sempit yang berujung pada pasar. Saat saya masuk, saya langsung disuguhi oleh bangunan-bangunan bercat putih dengan hiasan berbagai keramik. Disambut juru kunci seorang bapak-bapak tua, kami dijelaskan bahwa Keraton ini masih dikelola oleh Keluarga, sehingga masih sepi dari pengunjung. Seingat saya Keraton ini merupakan satu-satunya keraton yang tidak memungut biaya atau tiket masuk. Banyak bangunan bagus seperti Bangunan dengan Lonceng tua yang berdiri di sebelah masjid, gerbang khas bangunan Hindu, dan juga benteng Khas Cirebon. Segala bangunan dibangun dengan filosofi tersendiri.
Gerbang Keraton Kanoman
Terdapat beberapa bagian bangunan utama, seperti tempat bersemedi, tempat ibadah, tempat berunding, tempat persemayaman raja, yang menarik untuk dilihat dari tempat ini. Lokasi yang sangat luas, namun sayang kurang dirawat.
bangunan dengan lonceng besar dari Belanda
Selain Keraton dan Empal Gentong, Cirebon juga sering dikaitkan dengan makanan khasnya yang lain yaitu Nasi Jamblang. Nasi Jamblang ini nasi dengan beragai lauk-pauk yang dipilih sendiri, model makannya prasmanan alias swadaya. Lauk-pauk yang ditawarkan mulai dari paru, tahu, tempe, ikan, telur, lidah sapi, dan juga tak lupa sayuran seperti oseng pare dll. Untuk rasa sudah tak diragukan lagi, antrian untuk satu porsi Nasi jamblang ini saja bisa sangat panjang.
berbagai macam lauk-pauk Nasi Jamblang
Kenyang dengan Nasi Jamblang, saya pun berminat untuk mencari oleh-oleh, berdasarkan rekomendasi dari staff hotel, saya dapat berburu oleh-oleh di kawasan jalan Trusmi, tidak heran batik Khas Cirebon yang dijual di situ pun juga dinamakan Batik Trusmi. Berjarak sekitar 20 menit dengan menggunakan mobil akhirnya saya sampai di salah satu toko besar yang menjual berbagai macam batik, kerajinan tangan dan juga makanan oleh-oleh khas Cirebon. Bagi yang suka belanja siap-siap kalap di sini. 🙂
Baju-baju Batik yang sudah JadiKerajinan tangan Cirebon
Eeeits! tunggu dulu, setelah puas berbelanja di kawasan Trusmi, jangan langsung pulang. Masih ada satu lagi objek wisata menarik yang bisa dikunjungi di Cirebon, yaitu Gua Sunyaragi. Gua buatan yang dibangun sebagai tempat beristirahat dan bersemedi para Raja ini dibangun dari batu kapur dan kuning telur! Tetapi mentang-mentang terbuat dari kuning telur jangan dijilat ya, ga enak. (yakale)
Gua Sunyaragi
Gua ini dibangun di atas tanah seluas 15 hektar, dan tiap ruangannya memiliki filosofi tersendiri. Ada sebagai tempat bertapa Raja, Tempat berunding, tempat beristirahat, tempat latihan perang, bahkan tempat bersembunyi dari Pasukan Belanda. Hal menarik disini adalah adanya jendela kecil yang disebut sebagai Cermin Ajaib, dimana apabila seorang putri Raja yang berperilaku baik dan bagus pula ibadahnya menatap lurus jendela (cermin) tersebut, akan dapat berbicara dengan leluhurnya.
Cermin Ajaib sebagai sarana komunikasi kepada leluhur
Di sisi lain Gua Sunyaragi ini juga terdapat sebuah lokasi yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai makam Laksamana Ceng Ho. Benar atau tidaknya tidak ada yang dapat benar-benar dapat memastikan. Di sebelah makam tersebut terdapat pohon cherry yang berusia ratusan tahun.
Makam Laksamana Ceng Ho
Setelah puas berkeliling Gua Sunyaragi ini, saya kemudiansegera menuju ke Stasiun untuk kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan menuju ke Jakarta dalam hati saya berjanji suatu saat akan kembali ke Kota penuh filosofi ini. 🙂
foto-foto keunikan Cirebon lainnya silahkan lihat di galeri.
Gerbang keraton
Penunjuk Jalan
Maskot kota Cirebon
Meja Perundingan
Srimaganti
bangunan utama Keraton
dari taman bunga
museum kereta singa barong
kereta singa barong
narsis satu
narsis dua
narsis tiga #ditimpuk
tandu raja
tandu untuk anak raja yg akan dikhitan
pendopo Sultan
Silsilah Keluarga
Mengintip dari dalam pendopo
lampu jalan klasik
wall of fame?
halaman Keraton Kacirebonan
gang menuju Keraton Kanoman
Gerbang Keraton Kanoman
Benteng
tempat semedi Sultan
pintu yang hanya dibuka setahun sekali
masjid Keraton Kanoman
Silsilah Raja
Tempat Persemayaman Raja
semacam candi sebagai tempat semedi
Pohon Ajaib yang dipercaya berasal dari dimensi lain
Sudut Keraton Kanoman
antrian Nasi Jamblang
dompet batik khas Trusmi
tas anyam Trusmi
mau pilih warna apa?
bercorak
tumpukan keindahan
lukisan di atas kain
Khas Cirebon
yang ini berbahan sutera
lukisan filosofi
serat keindahan
Trusmi it works
kolam Gua Sunyaragi
pintu masuk Gua
Gua Pengawal
mengintip dari dalam
tempat cuci muka dan tangan
kawasan gua sunyaragi
petilasan raja
dari sini para Sultan dapat melihat prajurit yang sedang berlatih
Beberapa teman bertanya pada saya saat pertama mengetahui alamat blog yang saya buat, mengapa “pejalan sore?” Bukan “pejalan pagi” atau “pengendara malam”?
Jawabannya tentu saja sangat sederhana, karena saya sangat menyukai sore hari, terutama memasuki saat senja.
Alasan saya menyukai senja pun sangat sederhana, pertama saya sulit untuk bangun pagi sore hari (senja) merupakan batas antara terang dan gelap, sebuah pintu dari sebuah perjalanan dan kerja keras menuju suatu yang tenang dan menentramkan. Senja, menjadi lebih sakral dari pagi karena kita harus mengadapi gelap, menghadapi apa yang tidak kita ketahui, menghadapi misteri yang harus kita pecahkan.
Karena itu kali ini saya akan memberikan beberapa gambar senja yang sempat saya abadikan dalam perjalanan saya. Tentu saja saya akan terus menambahnya, semoga akan lebih banyak lagi senja-senja lain yang terekam.
diantara Semarang – Jakarta
Senja pertama saya ambil dalam perjalanan kereta Semarang-Jakarta. Sudah berkali-kali sejak perpindahan saya ke Ibu kota RI saya menggunakan kereta, namun tetap saja tak dapat menghilangkan hujan emosi yang datang saat roda kereta berjalan. Di belakang saya keluarga yang mengantarkan hingga stasiun, memberikan doa agar saya selamat, dan berharap saya segera datang kembali dengan bahagia.
jatuh cinta dengan semburat merahnya
Tunggu aku Ibu, Ayah, adekku tersayang, jarak hanya ada saat dipikirkan. 🙂
Mekong River, Cambodia
Senja kedua saya ambil saat naik kapal menyusuri sungai Mekong di Phnom Penh Kamboja.
Pertama kalinya saya naik kapal untuk menyusuri sungai, saya dikejutkan oleh kemunculan bulan, seakan menyambut malam.
Mekong River, Cambodia
Beristirahatlah duhai matahari, cukuplah mengantar kami sampai di sini, kami akan aman ditemani bulan! 😀
Belitung
Senja ketiga diabadikan oleh salah satu teman dengan saya sebagai siluetnya, sebuah pantai indah di Belitung. ajari aku bahasamu duhai senja yang jelita
Senja yang cantik di Jepara
Senja keempat saya dapatkan di Pantai Bandengan Jepara. Saya datang ke pantai itu tanpa ekspektasi, yang saya dapatkan cukup untuk mengucap syukur. mereka bilang cinta datang saat ekspektasi sudah ditiadakan
mengapa malu-malu?
Masih dari pantai Bandengan Jepara, kali ini dia mengintip malu-malu. tetap tidak dapat kau sembunyikan kemilaumu
Salam damai dari Lembang
Senja kelima terlalu cantik untuk saya kisahkan, Sebuah Danau Buatan di Lembang Bandung dapat menampilkan keindahan asli.
nirwana?
Bagai seorang ratu jagat raya, senja keenam muncul dari tempat yang katanya Pulau Dewata. wahai dewa-dewi senja, menarilah
Pantai tetangga, tidak mau kalah
Tak mau kalah senja ketujuh dari Kuta Lombok, masih sangat lugu.
Kep, Seribu
Siapa yang sangka kalau Pulau Pari di Kepulauan Seribu juga menyimpan senjanya sendiri?
Senja kedelapan.
lagi-lagi dari balik kereta
Kembali menatap senja di balik jendela kereta. Senja kesembilan.
Beberapa kali mengunjungi Bandung namun baru kali ini saya mengunjungi Kawah putih di daerah Ciwidey Bandung, Jawa Barat.
Danau air belerang ini berjarak sekitar 48km dari Kota Bandung, untuk perjalanan normal membutuhkan waktu sekitar 1 jam 40 menit, namun waktu tempuh saya sendiri hampir 3 jam lamanya karena jalanan padat.
Memasuki daerah Ciwidey suhu udara sudah terasa turun drastis, ditambah hujan yang mengakibatkan kabut tebal sepanjang perjalanan.
Jalan menuju Kawah Putih yang menanjak dan penuh kabutkebayang film-film serial killer ga sih kalau lihat seperti ini? 😀
Makin dekat dengan tempat wisatanya, suasana makin terasa mistis, deretan pohon pinus tertutup kabut mengingatkan saya dengan scene-scene dalam film-film horor *hiiiiiyy*
Namun jangan khawatir, memasuki wilayah Perhutani, makin banyak wisatawan terlihat.
Memasuki pos bawah kawasan wisata Kawah Putih
Sesampainya di pintu masuk kawasan wisata, saya dan @wwulann teman yang mengantar saya kali ini memutuskan untuk memarkir mobil di pos bawah karena tiket masuk untuk mobil pribadi seharga IDR 50k, terlalu mahal untuk kami yang hanya berdua.
Setelah memarkir mobil, kami langsung menuju pos penjualan tiket angkutan PP menuju ke kawah Putih.
ini harga tiket per orang, bila bawa kendaraan sendiri ada tambahan biaya parkir yang lumayan mahalterminal angkutan
Setelah membayar tiket PP seharga IDR28k kami menunggu angkutan orange yang akan mengantarkan kami menuju Kawah Putih, sambil menunggu angkutan penuh, wisatawan dapat berbelanja makanan dan minuman khas Ciwidey di pertokoan belakang terminal.
Tidak menunggu lama kami pun naik angkutan orange, selama perjalanan seingat saya sopir tidak pernah memasukkan persneling mobilnya sampai lebih dari gigi 1, yup jalanan menanjak tajam dan kabut sepanjang perjalanan lumayan membuat deg-degan.
angkot orange yang sudah dimodifikasi agar penumpang dapat menikmati sejuk kawasan Kawah Putihmenanjak, dingin dan berkabut.tenang dan misteriussi ungu yang selalu setia menemani
Dan setelah perjalanan sekitar 20 menit sampailah kami di tempat tujuan. Masih dengan suasana berkabut saya sedikit khawatir tidak dapat menikmati pemandangan dengan leluasa sesampainya di Kawah. Tentunya begitu turun dari angkutan orange saya langsung mulai mengambil berbagai foto.
#posewajibperhatikan tandasemacam gerbang masuk ke area hutan, pada kayu terdapat tulisan dengan aksara kunosi ungu ga kalah narsis
Perjalanan dilanjutkan dengan menuruni anak tangga menuju kawah, melewati hutan yang dijaga oleh Perhutani. Karena saya berkunjung hari Jumat, tempat wisata tidak terlalu ramai. Menguntunkan bagi saya yang ingin leluasa mengambil gambar. 😀
ini nih @wwulann sopir nan baik hati yang mengantarkan saya jalan-jalankawasan hutan CantigiDanau dengan air kehijauan sudah mulai terlihatjangan coba-coba melanggar 🙂patuhi segala rambu-rambu
Meskipun air di kawah Putih terlihat kehijauan, jangan pernah mencoba untuk terjun ke dalamnya karena air Kawah Putih mengandung belerang yang cukup tinggi. Tanahnya yang putih berpadu dengan air belerang menghasilkan warna kehijauan yang indah. Beruntung sampai di bawah kabut yang tadinya tebal perlahan menghilang, meskipun begitu tetap tidak dapat mengurangi suasana mistis yang saya rasakan.
cantik bukan?bau belerang sudah mulai menyengatbanyak wisatawan dari malaysia, Singapura, China dan Korea yang kesinitanpa filter maupun edit digitalnuansa mistisnya terasajalan di dekat Gua Belanda
Kawasan ini pertama kali tercatat dalam sejarah tahun sekitar tahun 1800an oleh peneliti Belanda, hingga akhirnya dikuasai Jepang paska perang Dunia II, tak heran ada Goa Belanda yang terlarang untuk dimasuki karena penuh dengan gas beracun.
BELANDA SUDAH DEKAT!ini mungkin yang dikatakan sebatang karaduh, yang sedang jatuh cinta memang merasa dunia hanya milik merekastunning
Setelah sekitar satu setengah jam berkeliling dan mengambil gambar, saya memutuskan kembali karena kabut mulai turun. Cukup sudah menikmati si mistis nan cantik ini. 🙂
Sedikit tips : karena gas belerang cukup menyengat, persiapkan masker / sapu tangan sebagai pelindung hidung. Di tempat wisata banyak yang menyediakan, namun harganya sedikit mahal.
Beberapa minggu lalu saya punya sedikit waktu untuk mengunjungi Jogja.
Tempat yang terasa seperti Rumah Kedua ini tidak pernah bosan saya kunjungi.
Meskipun begitu selalu ada hal baru yang saya dapatkan.
Berniat mencari sesuap nasi sebagai pengganjal perut pagi hari, saya berjalan di sekitar penginapan yang saya sewa. Penginapan saya di daerah jl. Dagen, Malioboro.
Sepanjang jl. dagen banyak sekali penginapan-penginapan bertarif murah dengan biaya sewa antara IDR 100k-300k. Lokasinya cukup rapi dan cukup membuat saya nyaman untuk berjalan kaki pagi itu.
Saya terus berjalan hingga menjumpai gerobak soto pinggir jalan, penjualnya ibu-ibu tua, mungkin umurnya sekitar 60 tahun. Dengan wajah ikhlas menawarkan saya semangkuk soto dengan telur separuh dan teh manis hangat seharga IDR 9k saja.
Sambil menikmati soto lezat itu, saya kemudian bertanya pada si ibu,
“Ibu sudah lama berjualan di sini?” sudah lama sekali nak
“Lalu siapa yang membantu ibu membawa gerobak besar ini setiap pagi?” ada, anak saya yang paling kecil
“Berapa umur anaknya bu?” 25 nak, tapi belum mau menikah… Padahal kakak-kakaknya sudah punya anak semua
Sambil tersenyum saya balas
“Santai bu, umur 25 masih muda, biasanya masih senang-senangnya bekerja, anak ibu yang terakhir putra / putri?” laki-laki, dua kakaknya wanita. Yah biarlah namanya anak penginnya kemana, kalau ibu paksa nikah juga belum tentu barokah
Saya kemudian tersenyum kembali dan menghabiskan sisa nasi soto buatan si ibu.
Semangkuk soto pinggir jalan yang lezat, ditambah bumbu cerita dan kecap harapan dari si ibu telah menyempurnakan pagi saya saat itu. Terima kasih Tuhan Maha Baik.
Selesai makan saya melanjutkan jalan kaki, namun karena ingin melihat lebih banyak lagi dengan waktu yang terbatas akhirnya saya memutuskan untuk menyewa sebuah becak untuk mengantarkan saya berkeliling.
Pertama saya menjumpai becak dan pemiliknya yang sedang menunggu pelanggan, nampak memikirkan sesuatu yang lebih besar dari becaknya sendiri.
apakah yang kau lihat kosong padahal sebenarnya sangat penuh?
dan benarkah apa yang kamu lalui sudah cukup berat?
berapa banyak kau menghitung kesempatan?
Apakah harus kau tunggu selayaknya deretan becak kosong?
menyerahkan diri kepada roda, beristirahatlah sejenak si unguku 🙂
hey lihat ada kereta kuda! Mari kita tengok Cinderela
ah tentu saja, ini Malioboro yang melegenda
tempat yang menggoda, mungkin lain kali duhai Penjaga
tak akan kurang untuk ekspresi imaji
seorang anak menunggu dengan setia ayahnya yang bekerja. Adek kecil, besok kalau besar ingin jadi apa?
“I don’t believe in failure. It is not failure if you enjoyed the process”-Oprah Winfrey
Kegagalan dalam usaha menikmati pasir putih dan jernih air laut tidak membuat saya dan teman seperjalanan menyerah. Kami tetap melanjutkan perjalanan meski harus berubah arah.
Karena tidak jadi ke Karimun Jawa seperti cerita sebelumnya ,akhirnya saya memutuskan pergi ke Jogja dan Klaten.
Nah kali ini saya pergi ke Mata Air Cokro Tulung atau sering juga disebut dengan Umbul Ingas. Mata air ini merupakan salah satu tujuan wisata favorit masyarakat di daerah Klaten dan sekitarnya.
Saya sendiri sebenarnya tidak asing dengan daerah ini karena ayah lahir di Klaten, waktu kecil kami sekeluarga pernah menikmati segarnya air yang juga dijual oleh perusahaan air mineral besar di Indonesia.
Sebelum memasuki daerah pemandian, pengunjung harus melewati jembatan gantung terlebih dahulu.
Jembatan gantung menuju pemandian
Tentu saja, jembatan gantung ini tidak akan gue lewatkan begitu saja tanpa berfoto narsis.
jump shoot
bersama teman Pilot (yang takut air dingin) 😀#indonesiabanget #merahputihsedikit miring, namanya juga jembatan goyang pasti banyak miring-miringnya 😀
Tempatnya sebenarnya sangat sederhana, hanya seperti sungai yang dibendung dengan kedalaman kira-kira 80cm,di pinggiran sungai / pemandian tersebut terdapat pohon-pohon rindang yang membuat sungai makin sejuk, juga banyak pedagang yang menyewakan tikar dan menyediakan makanan & minuman bagi pengunjung.
dipayungi pohon-pohon rindang
Setelah bersantai dengan tiduran di bawah pohon, akhirnya gue masuk juga ke sungai / pemandian tersebut.
kali ini telanjang tanpa si ungumana lagi coba kolam yang memiliki air sejernih ini
Air yang sangat jernih dan cukup dingin itu mampu buat badan gw gemeteran kedinginan, tapi dingin itu langsung terlupakan saat gue mulai jepra-jepret dengan underwater camera ,ga disangka, pemandangan dari dasar sungai benar-benar indah.
menyelam bagai perenang proffessional 😀ini berenang atau terbang?warna dari dasar sungainya menakjubkanbagai di aquarium bukan?double divejangan lupa ambil nafas 😀menyelam lebih dalam
Disarankan bagi yang ingin mengabadikan keindahan dasar sungai Cokro Tulung untuk membawa underwater camera atau underwater case buat smartphone, tidak disarankan menggunakan smartphone yang dibungkus plastik es (karena pernah ada yang mencobanya dan bocor) 😀
Singkat cerita, kegagalan ternyata membawa saya kepada keindahan lain. Selama kita masih berusaha dan menikmati apa yang ada, maka tak perlu khawatir. 🙂
Oke, jadi akhir bulan Agustus 2013 ini saya punya free time sekitar satu minggu karena saya baru saja resign dari kantor lama dan baru masuk kantor baru awal bulan September.
Waktu selama jadi pengangguran itu pastinya saya manfaatkan buat jalan, karena harga dollar yang sedang melonjak berbarengan dengan letoy-nya rupiah, paling aman memang ngetrip dalam negri aja. Dan sebagai cah Semarang saya merasa malu belum pernah pergi ke Karimun Jawa, jadilah akhirnya gue memutuskan pergi ke Pulau yang sebenarnya hanya sekitar 6 jam perjalanan (3 jam darat dan 3 jam laut) dari Kota Semarang.
Perjalanan kali ini saya bareng sama temen ngetrip baru @IhsanWahyu, makhluk langka yang gue temukan di social media ini juga punya antusiasme yang sama buat mengunjungi Pulau di utara Jepara ini, dan jadilah perjalanan (drama) kami dimulai.
Drama pertama dimulai ketika travel-mate saya tidak juga kunjung di approve sama boss, akhirnya booked tiket ditunda sampe doi dapat kepastian. Setelah menanti sekian lama akhirnya cuti doi di approve PADA H-2! Setengah kelabakan kita cari tiket kereta buat ke Semarang dan ternyata sudah habis semua! Ada tiket kereta yang berangkat jam 5.45 sore, namun Ihsan baru landing di Soetta (dari Jambi) jam 7.30 malam. Akhirnya kami memutuskan buat berangkat sendiri-sendiri, saya ambil tiket jam 5.45 sore dan dia entah bagaimana yang penting sampai Semarang sebelum jam 4 pagi.
Untungnya di hari H keberangkatan gue dapat tiket kereta dari seorang calo (we know this is illegal but… Hey! We are trevelers rite?) :p
Drama kedua, si ibu calo insecure minta tiket diambil pada saat itu juga (jam 12 siang) padahal saya tidak bisa ninggalin kantor buat ambil tiket, si ibu tidak mau tiket diambil malam hari setelah Ihsan sampai Gambir. Dan akhirnya saya minta si Ibu buat ke kantor saya di Gatsu buat antar tiket. Sampai jam 3 sore si ibu belum nongol juga, saya telpon katanya nyasar sampai ke Senayan, padahal saya harus cabut jam 4 sore menuju Gambir, takut jalanan macet karena waktu itu hari Jumat. Dan dengan ngomel-ngomel akhirnya si ibu berhasil menyerahkan tiket jam 4.30 sore. (Fiuh)
Permasalahan selanjutnya adalah : bagaimana cara menyerahkan tiket kereta Ihsan, karena saya berangkat jam 5.45 sore sedangkan doi baru sampai paling cepat di Gambir sekitar jam 8.30 malem *zoom in zoom out*. Beruntung saya punya banyak temen kece yang siap bantu, tiket bisa dititipkan di kantor @ekaotto di kawasan Menteng. Nah! Berarti saya harus ke kantor Eka dulu donk sebelum ke Gambir, alhasil setelah dapat tiket, saya secepat kilat beberes, pamitan sama orang kantor dan langsung suit-suitin tukang ojek yang mangkal depan kantor buat anter gue ke Menteng lanjut ke Gambir.
Tukang ojek tercinta ternyata ahli bener ngebut dan cari jalan tikus, setelah menitipkan tiket ke Eka, saya langsung ke Gambir dan sampai jam 5.15 sore. Sampai Gambir saya sudah ditunggu ayang accu si @yudhowibowo yang juga mau ikut ngetrip ke Karimun mumpung dia masih cuti.
Tak berhenti sampai di situ Saudara-Saudara sekalian! Pas buka HP ternyata ada pesan dari tour guide kami untuk ke Karimun yang memberitahukan bahwa penyebrangan ke Karimun DITUTUP karena faktor cuaca *drop*
Berita itu langsung saya sampaikan ke Yudho dan dengan spontan Yudho memutuskan untuk membatalkan perjalanannya. Tiket seharga IDR 350k pun hangus *puk-puk Yudho*.
Oke, berarti gue harus siap ke Semarang sendiri, di saat yang sama Ihsan kasih kabar kalo pesawat dia delay. (YA TUHAN) Kalau tidak delay saja, Doi landing jam 7.30 malam, lha ini ketambahan delay 30 menit, berarti paling cepat jam 8 malam sampai Soetta, trus menembus kemacetan Jakarta di hari Jumat buat ambil tiket ke Menteng balik lagi ke Gambir karena jadwal kereta jam 9.30 malam. Satu setengah jam kesempatan doi jadi pemain film Taxi (atau Fast 7).
Dan akhirnya doi berhasil sampai di Gambir tepat waktu, gue sampai di Stasiun Tawang Semarang jam 1.30 dini hari sedangkan Ihsan baru sampai jam 4 pagi, kata mas tour guide ke Karjaw, mereka tetap akan berangkat ke Jepara dan mengecek langsung kondisi penyebrangan. Karena kepalang basah ya udah gue sama Ihsan ikut aja ke Jepara.
saya dan Monic, terman seperjalanan dari Semarang
Dan berangkatlah kami ke Jepara melalui medan berliku dan sopir bus Semarang-Jepara yang tak hentinya mengangkat telpon selama menyetir, setelah sempat berdesakan dan dioper dengan semena-mena akhirnya kami sampai di Pelabuhan Pantai Kartini Jepara.
berbecak menuju pantaimenuju pantai
Setelah menunggu seharian, dan tetap penyebrangan ga bisa dilakukan (bahkan kapal ferry harus bersandar) kami memutuskan untuk tinggal di Hotel di Jepara dan menunggu satu hari lagi, mencoba peruntungan terakhir siapa tau bisa menyeberang esok harinya.
berharap kapal akan berangkat
Walau akhirnya kami tetap tidak bisa menyebrang karena ombak terlalu tinggi (patah hati) namun bukan alasan untuk ga melanjutkan petualangan.
bersandar, namun tak berlayar
Karena hanya bisa berkeliling seputar Jepara hari itu, jadilah kami menangkap “pesona” alam yang bisa didapat di sekitar Pantai Kartini dan Pantai Bandengan Jepara.
“wah udangnya besar-besar sekali di sini!” kata Monicwalau terlihat tenang, namun ternyata di tengah gelombang air cukup tinggiYang belum sempat ke Losari, Kartini dulu juga gapapa 😀Pantai Bandengan yang mirip pantai di Balilumayan cantik kan?salah satu resort di Pantai bandenganSenja indah pelipur lara
Mei 2013 ini saya berkesempatan kembali untuk melakukan duo trip alias trip berdua.
Kali ini yang jadi travel-mate gue si amih Usbek cantik @inaCaluela, bagi yang sudah kenal Amih Ina pasti sudah tau betapa akan menyenangkannya perjalanan ini *peress* 😀
Kami membeli tiket dari kira-kira delapan bulan sebelum keberangkatan. niat? pasti!
Dan hanya itulah satu-satunya dapat tiket promo yang oke saat itu.
Tidak seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya yang penuh drama, kali ini perjalanan relatif mulus. Sampai di Bandara hampir tiga jam sebelum keberangkatan, jadi sempat berleha-leha di Executive Lounge, makan, dan tentunya memanfaatkan fasilitas wifi dan kegiatan colok-mencolok gadget.
Jadwal take off kami 23.45 dengan perjalanan sekitar lima jam sampai di Hongkong International Airport. Besok rencananya tanpa mandi terlebih dahulu *ups*, kami akan langsung menuju ferry untuk menyeberang ke Macau.
Mari berdoa agar perjalanan lancar, aman dan menyenangkan.
Pagi pertama saya di George Town, dan saya langsung jatuh cinta dengan kota ini. Bangunan-bangunan tua, kota yang tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, jalanan yang bersih dan makanan murah nan lezat kota ini berhasil memikat saya untuk terus berjalan mengitari kota.
Tapi sebelum jauh berkeliling, siapa sih George itu sendiri? George Town diambil dari nama Raja Inggris King George III, raja yang sedang berkuasa saat kota ini ditemukan Oleh Francis Light seorang bussiness man Inggris pada abad 17.
Pilihan untuk tinggal di Jalan Love Lane sekitar Lebuh Cheulia memang tepat, karena daerah ini merupakan perkotaan dan jalan utama di George Town pada abad 17 hingga 18, tak heran banyak sekali bangunan-bangunan disini yang bernuansa Eropa.
Bangunan tua di Chinatown George Town
Perjalanan kami awali dengan berjalan kaki dari hostel berkeliling China Town dan Litte India. saya sempat mampir di salah satu toko jual HP dan Simcard biar tetap eksis selama berkeliling George Town selama 2,5 hari ini.
Gereja Tua di salah satu sudut George Town
Penjaga (dan sepertinya) juga pemilik toko seorang bersuku India, waktu lihat passport saya buat pendaftaran SIM Card dia bilang “you have a lovely name, Noveina” saya sempet ke-GeeRan dengan berpikir si bapak-bapak India ini nyepik gue, tapi ternyata dese beneran kagum dengan nama gue yang dia sebut “Noveine Ewa” *hening*
Kemudian si bapak ini ternyata tertarik dengan Indonesia dan mengajukan beberapa pertanyaan seperti :
Bapak : Where you come from? University?
saya : yes,
Bapak : oh, that’s why your English is good, you speak Emglish
saya : *bingung jawab apa* hehe.. Thanks
Bapak : Jakarta is like KL right?
saya : yea you can say it so
Bapak : it that the cost liveing in Jakarta Expensive?
saya : iya pak, mahal banget
Bapak : how much is Indonesian people salary?
saya : lah apa pula ini kok nanya gaji, gue jawab rentangnya aja
Bapak : then how much is your salary?
saya : ya segitu deh pak
Bapak : if in average people salary in Indonesia were high, then why so many people come to Malaysia as a worker (maksudnya babu kali, tapi ga enak ama gw)
saya : eng…. *mikir gimana. Jelasin dengan cara singkat) mungkin karena mereka ga sekolah bla bla bla
Dan pembicaraan terus berlangsung sampai setengah jam lebih membicarakan pendidikan dan kesejahteraan Indonesia-Malaysia, hihi. Bagaimana pun si bapak itu baik.
Wall Art yang dibuat oleh UNESCO, bercerita mengenai asal muasal nama jalan.Rumah Bangsawan Cina jaman dahulu, sekarang digunakan untuk museum.
Perjalanan gue lanjutkan ke terminal bus di Penang buat menuju ke Bukit Bendera, setelah menunggu sejam, akhirnya bus 204 yang kami tunggu datang.
Sampai di kawasan Bukit Bendera atau Penang Hill, kami langsung menyerbu tempat makan dan memesan banyak makanan dengan membabi buta. Harus gue akui Penang ini merupakan surga makanan.
Sebelum naik ke Penang Hill, gue menyempatkan diri ke Kek Lok Si Temple, kuil Budha terbesar di Penang.
Kalau stamina kuat, bisa naik hingga lantai paling atas Menara dan melihat lansekap Air Itam dari atas.
Salah satu sudut dari atas menara, dari atas dapat melihat kota George Town
Puas foto-foto, kami lalu menuju Penang Hill atau Bukit Bendera dengan naik kereta hidrolik canggih (yang kayanya seperti kereta menuju Victoria’s peak di HK).
Sampai di atas bukit, gue baru sadar benar bahwa George Town ini merupakan kota Metropolitan dengan gedung-gedung tinggi, dengan jembatan terpanjang se-Asia yang menghubungkan Pulau Penang dengan daerah Malaysia Utara.
Meskipun terletak di Kepulauan, Kota George Town ini merupakan kota modern hampir mirip Hongkong dan bisa jadi nantinya akan seperti Manhattan.
Di Penang Hill gue bersantai di cafe sambil menikmati pemandangan dan kalo suka bisa bermain-main dengan binatang-binatang yang dipamerkan disana.
Gue sendiri udah jadi korban keganasan salah satu binatang caper yang ada disana, waktu akan memfoto temen yang punggungnya sedang dipankat sama Sugar Glinder, eh tiba-tiba binatang itu loncat ke muka gue, dan sukses bikin beberapa cakaran di pipi kanan dan kiri. MAKASIH YA! 🙁
salah satu bangunan pemerintah PenangPatung Budha di Kek Lok Si Temple, Air Hitam.Jalan menuju kuil, banyak pengemis di sekitar lokasi.sisi lain dari atas menara Kek Lok Si TempleThe Giant BudhaSeni Pahat Dinding “Kek Lo Si” TempleDeretan Budha BerbarisBagian dalam Kek Lok Si TempleDari atas sini Kota George Town hingga pantai dan laut terlihat!berpose narsis dari atas menara kuil 😀bersantai dari Cafe di Bukit Bendera, worth with the price.Bukit Bendera saat petangDi malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau PenangDi malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau Penang ke Malaysia terlihat dengan jelasGeorge Town di malam hari
Yay! sampai di Bandara
banyak jajanan dan makanan surga
Red Inn Heritage
ini kamar pribad di Hotel
dapat kamar pas di depan, sehingga dari kamar bisa lihat jalanan
karena foto sendiri adalah harapan 😀
Makanan Penang pertama yang kami pesan. kwetiaw Penang!
Kaki munggil (HAH?!)
St. George Church. Gereja untuk mengenang Raja George III
Gedung Pemerintah Penang.
nampak seperti Istana 🙂
wall art yang dibangun oleh UNESCO, menceritakan sejarah nama jalan