Santika Cirebon-hotel dengan nuansa rumah bangsawan

Hotel Santika Cirebon
Hotel Santika Cirebon

Tidak sampai dering ketiga telepon saya sudah diangkat oleh salah seorang pegawai Hotel Santika. Langsung saya sampaikan bahwa saya akan menginap di Santika Cirebon untuk dua malam, dengan ramah staff tersebut mengalihkan telepon untuk disambungkan ke bagian reservasi.

Karena perjalanan saya ke Cirebon baru akan dilaksanakan sekitar sebulan lagi, saya dipesan untuk kembali telepon Hotel di hari H, kebetulan jadwal kereta juga baru tiba di Cirebon pukul 10 malam, “mohon hubungi kami kembali untuk konfirmasi kedatangan ya bu, karena kami khawatir kamar akan di release apabila ibu belum check-in hingga pukul 5” kata staff reservasi.

Sampai di hari H, pukul 3 sore saya menelpon Hotel Santika untuk konfirmasi, saya sampaikan jadwal kedatangan saya, dan tanpa saya duga staff reservasi langsung menawarkan mobil jemputan. Setelah berhasil menepis rasa ge-er saya saya pun menolak dengan alasan teman saya sudah akan menjemput ke Stasiun.

Narsis di Lobby Hotel
Narsis di Lobby Hotel

Setibanya di Hotel saya langsung sibuk memperhatikan bagian depan hotel tersebut, sekilas nampak seperti bangunan bangsawan pada jaman dahulu. Tentunya karena saya tinggal di Ibukota dengan banyak bangunan bergaya “masa kini”nya, bagunan Hotel Santika ini cukup menarik.

Atap Lobby Santika Cirebon
Atap Lobby Santika Cirebon

Saya mendapatkan kamar superior dengan dua tempat tidur, perlu dicatat di sini bahwa Hotel Santika Cirebon memiliki kamar yang semuanya memiliki pool view, dan satu lagi yang saya suka adalah kamar di Hotel Santika berlantai kayu. Benar-benar serasa tinggal di rumah bangsawan jaman dahulu. 🙂

Superior Room Twin Bed
Superior Room Twin Bed

Paginya saya sarapan di Taman Sari Restaurant, restoran dengan dinding kaca yang terletak di samping kolam renang ini menawarkan banyak sekali menu-menu Indonesia, seperti soto ayam, bubur ayam, nasi jamblang, dan juga jajanan pasar seerti gethuk pun ada. Sebagai orang daerah yang cukup lama tinggal di kota, saya serasa pulang ke kampung halaman .:D

Taman Sari Restaurant
Taman Sari Restaurant

Hotel ini juga menyediakan fitness center dan spa, sayang karena jadwal padat saya hanya melihat-lihat saja tanpa sempat menjajal dua fasilitas tersebut. Ada satu hal yang menarik perhatian saya, yaitu pendopo yang terletak di antara lobby dan lounge. Dari yang disampaikan oleh receptionist, pendopo tersebut digunakan sebagai tempat “manggung” pelaku seni lokal, yang biasanya ada setiap minggu pagi. Kesenian lokal yang biasanya di tampilkan adalah Tarling atau gitar dan seruling, lengkap dengan penyanyi dan penabuh genderang yang menyanyikan lagu dengan nada riang namun makna lirik yang dalam mengenai kehidupan.

DSCN0416
Kolam Renang

Kebetulan saya suka berenang, dan memang di Hotel Santika Cirebon ini, spot yang paling bagus menurut saya ada di sekitar kolam renang, terdapat taman yang berada di samping kolam renang. Biasanya daerah taman tersebut digunakan untuk acara-acara spesial seperti resepsi pernikahan, ulang tahun, atau selebrasi lainnya. Bagi yang ingin berenang tapi takut tenggelam, jangan khawatir! ada penjaga kolam yang siap menolong seperti di film-film Baywatch 😀 atau kalau hanya ingin bersantai di pinggir kolam sambil berfoto narsis juga menyenangkan.

Setiap saya menginap di hotel, terutama hotel-hotel berbintang saya selalu ingin “menguji” staff-staffnya. Kali ini saya bertanya mulai dari receptionist, waiter, dan security mengenai pertanyaan yang sama, yaitu “apa saja tempat wisata dan kuliner yang bagus di daerah ini, seberapa jauh, dan bagaimana cara mencapainya”, dan saya mendapat jawaban yang tidak jauh berbeda dari satu staff dan staff lain, membuktikan pengetahuan mereka seimbang. hihihi

Tarling alias Gitar Seruling
Tarling alias Gitar Seruling

Mengenai keramahan layanan dan skill staff saya dapat memberikan nilai 9 dari 10, kemudian untuk cepatnya pelayanan saya memberikan nilai 8,5 dari 10, fasilitas kamar hotel termasuk kamar mandi & toilet saya berikan nilai 8 dari 10, fasilitas parkir 9 dari 10, fasilitas kolam renang gym & spa 8 dari 10, lokasi dan bangunan 9 dari 10, kualitas makanan 8 dari 10, overall nilai 8,5 dari 10. 🙂

Nah, pada saat check out saya masih mendapatkan bingkisan dari management Santika Cirebon (yeeeaaaaayy!!). Jadi kalau ditanya apakah saya akan menginap kembali di Hotel Santika Cirebon saya akan jawab IYA, apakah akan merekomendasikan hotel ini? tentu saja. Apakah kamu ingin membuktikan rekomendasi saya? 😀

Terima kasih Santika Cirebon!
Terima kasih Santika Cirebon!

Catatan :

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Santika Cirebon dapat klik di sini

Atau dapat juga mention ke @SantikaCirebon atau klik fan page facebook/Hotel-Santika-Cirebon

Foto-foto menarik silahkan intip ke galeri 🙂

 

Cirebon – dari Keraton, Batik, hingga Sunyaragi

Pukul 21.17 , saya melirik jam tangan dengan mata masih setengah merem. Langsung otomatis menoleh ke arah luar jendela. “sudah nampak bangunan besar dengan lampu, pasti stasiun Cirebon sudah dekat” batin saya.

Tidak lama kemudian kereta berhenti, saya turun dan dengan cepat badan merespon udara hangat di sekitar, syal yang sejak tiga jam lalu difungsikan sebagai selimut di dalam kereta saya masukkan ke dalam tas punggung hitam. Sambil berjalan mencari pintu keluar kamera saya kalungkan di leher, siap membidik apa saja hal menarik kota ini.

Sambutan pertama dari Cirebon
Sambutan pertama dari Cirebon

Selang 10 menit menunggu di pintu keluar saya kemudian dijemput teman yang datang jauh-jauh dari tempat kerjanya di Brebes untuk menemani saya jalan-jalan. Karena sudah hampir jam 10 malam dan khawatir kamar hotel akan di release, maka tujuan pertama saya ke hotel dulu untuk check in. Selesai urusan hotel, karena tidak sempat makan malam langsung saja saya bertanya kepada staff hotel tempat makan yang masih buka sampai malam.

Bagi masyarakat Cirebon, empal gentong merupakan makanan khas yang banyak ditawarkan di banyak tempat. Membuktikan rekomendasi dari banyak teman, akhirnya saya mencoba empal gentong yang dikatakan paling lezat di Cirebon.

Empal Gentong Cirebon
Empal Gentong Cirebon dan Es ketan hitam

Bagi yang belum tau, Empal Gentong itu makanan seperti rawon dari daging sapi yang diberi kuah santan nikmat. Setelah kenyang dan masih belum ingin istirahat, teman saya mengajak untuk menikmati “hiburan malam Cirebon” awal mulanya saya berpikir hiburan malam yang dia maksudkan adalah nongkrong di kaki lima atau warung kopi dengan diiringi oleh musik khas daerah. Namun ternyata hiburan malam yang dimaksudkan adalah CLUB atau DISKOTEK (iya ini jadul). Dengan heran saya bertanya “Hah? macam apa pula kota santri ada hiburan macam itu?” dan teman menjawab dengan yakin “ADA. coba deh tanya temen kamu yang kerja di Cirebon”.

Menurut saya kemudian menghubungi teman via social media untuk menanyakan lokasi “hiburan malam” yang dimaksud. Tak sampai 2 menit saya mendapat jawaban yang mengagetkan, ternyata HIBURAN MALAM CIREBON ADA SAUDARA-SAUDARA. Namun dijelaskan lebih lanjut oleh teman saya kalau di kota (Cirebon) sekarang memang sudah dilarang penjualan alkohol dan semacamnya, kalau mau club yang menjual alkohol disarankan untuk pergi ke Kabupaten. Iya… KABUPATEN.

Menelusuri jalanan sepi menuju Kabupaten Kedawung, Cirebon, saya pergi ke satu tempat hiburan yang di maksud. Club yang jadi satu lokasi dengan Hotel itu ternyata cukup nyaman. Tempat luas, musik, dan DJ yang tidak kalah seru dari club di Jakarta, dan tentunya aneka minuman dengan atau tanpa alkohol yang bebas dipesan. 😀

Pulang ke hotel sudah sekitar jam 4 pagi, dan saya di sambut bulan purnama terang yang bersinar dari atap hotel, tentunya disambut dengan ayam berkokok juga. :”)

Bulan sempurna
Bulan sempurna

Paginya, setelah sarapan kami berangkat menuju tempat wisata di Cirebon. Pada dasarnya, kawasan wisata Cirebon dibagi menjadi 3 yaitu : Keraton, Batik & oleh-oleh khas dan Kuliner. Karena saya suka bangunan tua, maka saya langsung menuju ke tiga dari empat keraton yang ada di Cirebon.

1. Keraton Kasepuhan

Ini adalah keraton pertama yang saya kunjungi, merupakan keraton yang paling terkenal dan selain dikelola oleh Pihak Keraton juga dikelola oleh Pemda. Karena Keraton Cirebon tidak punya Raja, maka pemimpin tertingginya adalah Sultan.

Lambang keraton Cirebon
Lambang keraton Kasepuhan Cirebon

Keraton Panembahan ini memiliki museum khusus untuk menyimpan benda-benda bersejarah, yang paling terkenal adalah Kereta Singa Barong yang digunakan untuk menggotong Sultan di acara-acara besar.

Kereta Singa Barong
Kereta Singa Barong

Kereta aslinya sudah tua dan tidak dapat digunakan, sedangkan Keraton sekarang mempunyai Kereta tiruannya untuk digunakan di acara-acara besar Keraton. Yang menarik lainnya adalah lukisan 3 dimensi, menggambarkan Sultan dengan Singa. Disebut 3 Dimensi karena dari arah manapun kita melihat, Mata dan jempol kaki Sultan akan mengikuti kita. hiiiii.. Tapi jangan takut dulu, lukisan itu memang dibuat sedemikian rupa agar mata dan jari Sultan dapat bergerak mengikuti yang melihat.

Lukisan Sultan 3 dimensi
Lukisan Sultan 3 dimensi

2. Keraton Kacirebonan

Berjarak kurang lebih 500 meter dari Keraton Kasepuhan, Keraton kedua yang kami kunjungi lebih kecil dan sederhana dari yang pertama. Masuk keraton kami ditemani guide lokal (biasanya masih keluarga keraton) berkeliling. Keraton Kacirebonan lebih seperti rumah bangsawan yang besar, dengan ruang tamu yang luas dan menyimpan banyak benda bersejarah. Lingkungan keraton masih ditempati kerabat keraton, dan terkadang masih ada kegiatan berupa upacara-upacara yang dilakukan.

"teras" Keraton Kacirebonan
“teras” Keraton Kacirebonan

Hal menarik yang saya termukan di Keraton Kacirebonan ini adalah alat untuk tedak siti atau perayaan awal berjalan anak raja, dimana bayi akan diletakkan di dalam kurungan besar dan diberikan barang-barang. Baang yang dipilih oleh bayi pertama kali akan menentukan karakternya.

Kurungan untuk upadaca Tedak Siti
Kurungan untuk upadaca Tedak Siti

3. Keraton Kanoman

Keraton ketiga, terakhir dan yang menjadi favorit saya selama di Cirebon adalah Keraton Kanoman. Terletak agak jauh dari kedua Keraton sebelumnya dan harus melewati gang sempit yang berujung pada pasar. Saat saya masuk, saya langsung disuguhi oleh bangunan-bangunan bercat putih dengan hiasan berbagai keramik. Disambut juru kunci seorang bapak-bapak tua, kami dijelaskan bahwa Keraton ini masih dikelola oleh Keluarga, sehingga masih sepi dari pengunjung. Seingat saya Keraton ini merupakan satu-satunya keraton yang tidak memungut biaya atau tiket masuk. Banyak bangunan bagus seperti Bangunan dengan Lonceng tua yang berdiri di sebelah masjid, gerbang khas bangunan Hindu, dan juga benteng Khas Cirebon. Segala bangunan dibangun dengan filosofi tersendiri.

Gerbang Keraton Kanoman
Gerbang Keraton Kanoman

Terdapat beberapa bagian bangunan utama, seperti tempat bersemedi, tempat ibadah, tempat berunding, tempat persemayaman raja, yang menarik untuk dilihat dari tempat ini. Lokasi yang sangat luas, namun sayang kurang dirawat.

bangunan dengan lonceng besar dari Belanda
bangunan dengan lonceng besar dari Belanda

Selain Keraton dan Empal Gentong, Cirebon juga sering dikaitkan dengan makanan khasnya yang lain yaitu Nasi Jamblang. Nasi Jamblang ini nasi dengan beragai lauk-pauk yang dipilih sendiri, model makannya prasmanan alias swadaya. Lauk-pauk yang ditawarkan mulai dari paru, tahu, tempe, ikan, telur, lidah sapi, dan juga tak lupa sayuran seperti oseng pare dll. Untuk rasa sudah tak diragukan lagi, antrian untuk satu porsi Nasi jamblang ini saja bisa sangat panjang.

berbagai macam lauk-pauk Nasi Jamblang
berbagai macam lauk-pauk Nasi Jamblang

Kenyang dengan Nasi Jamblang, saya pun berminat untuk mencari oleh-oleh, berdasarkan rekomendasi dari staff hotel, saya dapat berburu oleh-oleh di kawasan jalan Trusmi, tidak heran batik Khas Cirebon yang dijual di situ pun juga dinamakan Batik Trusmi. Berjarak sekitar 20 menit dengan menggunakan mobil akhirnya saya sampai di salah satu toko besar yang menjual berbagai macam batik, kerajinan tangan dan juga makanan oleh-oleh khas Cirebon. Bagi yang suka belanja siap-siap kalap di sini. 🙂

Baju-baju Batik yang siap pakai
Baju-baju Batik yang sudah Jadi
Kerajinan tangan Cirebon
Kerajinan tangan Cirebon

Eeeits! tunggu dulu, setelah puas berbelanja di kawasan Trusmi, jangan langsung pulang. Masih ada satu lagi objek wisata menarik yang bisa dikunjungi di Cirebon, yaitu Gua Sunyaragi. Gua buatan yang dibangun sebagai tempat beristirahat dan bersemedi para Raja ini dibangun dari batu kapur dan kuning telur! Tetapi mentang-mentang terbuat dari kuning telur jangan dijilat ya, ga enak. (yakale)

Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi

Gua ini dibangun di atas tanah seluas 15 hektar, dan tiap ruangannya memiliki filosofi tersendiri. Ada sebagai tempat bertapa Raja, Tempat berunding, tempat beristirahat, tempat latihan perang, bahkan tempat bersembunyi dari Pasukan Belanda. Hal menarik disini adalah adanya jendela kecil yang disebut sebagai Cermin Ajaib, dimana apabila seorang putri Raja yang berperilaku baik dan bagus pula ibadahnya menatap lurus jendela (cermin) tersebut, akan dapat berbicara dengan leluhurnya.

Cermin Ajaib sebagai sarana komunikasi kepada leluhur
Cermin Ajaib sebagai sarana komunikasi kepada leluhur

Di sisi lain Gua Sunyaragi ini juga terdapat sebuah lokasi yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai makam Laksamana Ceng Ho. Benar atau tidaknya tidak ada yang dapat benar-benar dapat memastikan. Di sebelah makam tersebut terdapat pohon cherry yang berusia ratusan tahun.

Makam Laksamana Ceng Ho
Makam Laksamana Ceng Ho

Setelah puas berkeliling Gua Sunyaragi ini, saya kemudiansegera menuju ke Stasiun untuk kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan menuju ke Jakarta dalam hati saya berjanji suatu saat akan kembali ke Kota penuh filosofi ini. 🙂

foto-foto keunikan Cirebon lainnya silahkan lihat di galeri.

 

 

 

 

 

 

 

 

Kisah senja dan pejalan sore

Beberapa teman bertanya pada saya saat pertama mengetahui alamat blog yang saya buat, mengapa “pejalan sore?” Bukan “pejalan pagi” atau “pengendara malam”?
Jawabannya tentu saja sangat sederhana, karena saya sangat menyukai sore hari, terutama memasuki saat senja.
Alasan saya menyukai senja pun sangat sederhana, pertama saya sulit untuk bangun pagi sore hari (senja) merupakan batas antara terang dan gelap, sebuah pintu dari sebuah perjalanan dan kerja keras menuju suatu yang tenang dan menentramkan. Senja, menjadi lebih sakral dari pagi karena kita harus mengadapi gelap, menghadapi apa yang tidak kita ketahui, menghadapi misteri yang harus kita pecahkan.
Karena itu kali ini saya akan memberikan beberapa gambar senja yang sempat saya abadikan dalam perjalanan saya. Tentu saja saya akan terus menambahnya, semoga akan lebih banyak lagi senja-senja lain yang terekam.

20131014-091409 PM.jpg
diantara Semarang – Jakarta

Senja pertama saya ambil dalam perjalanan kereta Semarang-Jakarta. Sudah berkali-kali sejak perpindahan saya ke Ibu kota RI saya menggunakan kereta, namun tetap saja tak dapat menghilangkan hujan emosi yang datang saat roda kereta berjalan. Di belakang saya keluarga yang mengantarkan hingga stasiun, memberikan doa agar saya selamat, dan berharap saya segera datang kembali dengan bahagia.

20131014-091840 PM.jpg
jatuh cinta dengan semburat merahnya

Tunggu aku Ibu, Ayah, adekku tersayang, jarak hanya ada saat dipikirkan. 🙂

20131014-092011 PM.jpg
Mekong River, Cambodia

Senja kedua saya ambil saat naik kapal menyusuri sungai Mekong di Phnom Penh Kamboja.
Pertama kalinya saya naik kapal untuk menyusuri sungai, saya dikejutkan oleh kemunculan bulan, seakan menyambut malam.

20131014-092313 PM.jpg
Mekong River, Cambodia

Beristirahatlah duhai matahari, cukuplah mengantar kami sampai di sini, kami akan aman ditemani bulan! 😀

20131014-092516 PM.jpg
Belitung

Senja ketiga diabadikan oleh salah satu teman dengan saya sebagai siluetnya, sebuah pantai indah di Belitung.
ajari aku bahasamu duhai senja yang jelita

20131014-092744 PM.jpg
Senja yang cantik di Jepara

Senja keempat saya dapatkan di Pantai Bandengan Jepara. Saya datang ke pantai itu tanpa ekspektasi, yang saya dapatkan cukup untuk mengucap syukur. mereka bilang cinta datang saat ekspektasi sudah ditiadakan

20131014-093026 PM.jpg
mengapa malu-malu?

Masih dari pantai Bandengan Jepara, kali ini dia mengintip malu-malu. tetap tidak dapat kau sembunyikan kemilaumu

20131014-093222 PM.jpg
Salam damai dari Lembang

Senja kelima terlalu cantik untuk saya kisahkan, Sebuah Danau Buatan di Lembang Bandung dapat menampilkan keindahan asli.

20131014-093357 PM.jpg
nirwana?

Bagai seorang ratu jagat raya, senja keenam muncul dari tempat yang katanya Pulau Dewata.
wahai dewa-dewi senja, menarilah

20131014-093538 PM.jpg
Pantai tetangga, tidak mau kalah

Tak mau kalah senja ketujuh dari Kuta Lombok, masih sangat lugu.

20131014-093706 PM.jpg
Kep, Seribu

Siapa yang sangka kalau Pulau Pari di Kepulauan Seribu juga menyimpan senjanya sendiri?
Senja kedelapan.

20131014-093807 PM.jpg
lagi-lagi dari balik kereta

Kembali menatap senja di balik jendela kereta. Senja kesembilan.

20131014-093916 PM.jpg
pejalan sore, pengagum senja

Terima kasih telah menjadi senja kesepuluhku. 🙂

Kawah Putih – Danau mistis nan cantik

Beberapa kali mengunjungi Bandung namun baru kali ini saya mengunjungi Kawah putih di daerah Ciwidey Bandung, Jawa Barat.


Danau air belerang ini berjarak sekitar 48km dari Kota Bandung, untuk perjalanan normal membutuhkan waktu sekitar 1 jam 40 menit, namun waktu tempuh saya sendiri hampir 3 jam lamanya karena jalanan padat.
Memasuki daerah Ciwidey suhu udara sudah terasa turun drastis, ditambah hujan yang mengakibatkan kabut tebal sepanjang perjalanan.

Jalan menuju Kawah Putih yang menanjak dan penuh kabut
kebayang film-film serial killer ga sih kalau lihat seperti ini? 😀

Makin dekat dengan tempat wisatanya, suasana makin terasa mistis, deretan pohon pinus tertutup kabut mengingatkan saya dengan scene-scene dalam film-film horor *hiiiiiyy*
Namun jangan khawatir, memasuki wilayah Perhutani, makin banyak wisatawan terlihat.

20131013-081814 PM.jpg
Memasuki pos bawah kawasan wisata Kawah Putih

Sesampainya di pintu masuk kawasan wisata, saya dan @wwulann teman yang mengantar saya kali ini memutuskan untuk memarkir mobil di pos bawah karena tiket masuk untuk mobil pribadi seharga IDR 50k, terlalu mahal untuk kami yang hanya berdua.
Setelah memarkir mobil, kami langsung menuju pos penjualan tiket angkutan PP menuju ke kawah Putih.

20131013-082146 PM.jpg
ini harga tiket per orang, bila bawa kendaraan sendiri ada tambahan biaya parkir yang lumayan mahal
20131013-082217 PM.jpg
terminal angkutan

Setelah membayar tiket PP seharga IDR28k kami menunggu angkutan orange yang akan mengantarkan kami menuju Kawah Putih, sambil menunggu angkutan penuh, wisatawan dapat berbelanja makanan dan minuman khas Ciwidey di pertokoan belakang terminal.
Tidak menunggu lama kami pun naik angkutan orange, selama perjalanan seingat saya sopir tidak pernah memasukkan persneling mobilnya sampai lebih dari gigi 1, yup jalanan menanjak tajam dan kabut sepanjang perjalanan lumayan membuat deg-degan.

20131013-082656 PM.jpg
angkot orange yang sudah dimodifikasi agar penumpang dapat menikmati sejuk kawasan Kawah Putih
20131013-082722 PM.jpg
menanjak, dingin dan berkabut.
20131013-082759 PM.jpg
tenang dan misterius
20131013-082833 PM.jpg
si ungu yang selalu setia menemani

Dan setelah perjalanan sekitar 20 menit sampailah kami di tempat tujuan. Masih dengan suasana berkabut saya sedikit khawatir tidak dapat menikmati pemandangan dengan leluasa sesampainya di Kawah. Tentunya begitu turun dari angkutan orange saya langsung mulai mengambil berbagai foto.

20131013-083412 PM.jpg
#posewajib
20131013-083436 PM.jpg
perhatikan tanda
20131013-083457 PM.jpg
semacam gerbang masuk ke area hutan, pada kayu terdapat tulisan dengan aksara kuno
20131013-083548 PM.jpg
si ungu ga kalah narsis

Perjalanan dilanjutkan dengan menuruni anak tangga menuju kawah, melewati hutan yang dijaga oleh Perhutani. Karena saya berkunjung hari Jumat, tempat wisata tidak terlalu ramai. Menguntunkan bagi saya yang ingin leluasa mengambil gambar. 😀

20131013-083853 PM.jpg
ini nih @wwulann sopir nan baik hati yang mengantarkan saya jalan-jalan
20131013-083915 PM.jpg
kawasan hutan Cantigi
20131013-083938 PM.jpg
Danau dengan air kehijauan sudah mulai terlihat
20131013-084008 PM.jpg
jangan coba-coba melanggar 🙂
20131013-084036 PM.jpg
patuhi segala rambu-rambu

Meskipun air di kawah Putih terlihat kehijauan, jangan pernah mencoba untuk terjun ke dalamnya karena air Kawah Putih mengandung belerang yang cukup tinggi. Tanahnya yang putih berpadu dengan air belerang menghasilkan warna kehijauan yang indah. Beruntung sampai di bawah kabut yang tadinya tebal perlahan menghilang, meskipun begitu tetap tidak dapat mengurangi suasana mistis yang saya rasakan.

20131013-084420 PM.jpg
cantik bukan?
20131013-084449 PM.jpg
bau belerang sudah mulai menyengat
20131013-084512 PM.jpg
banyak wisatawan dari malaysia, Singapura, China dan Korea yang kesini
20131013-084531 PM.jpg
tanpa filter maupun edit digital
20131013-084603 PM.jpg
nuansa mistisnya terasa
20131013-084632 PM.jpg
jalan di dekat Gua Belanda

Kawasan ini pertama kali tercatat dalam sejarah tahun sekitar tahun 1800an oleh peneliti Belanda, hingga akhirnya dikuasai Jepang paska perang Dunia II, tak heran ada Goa Belanda yang terlarang untuk dimasuki karena penuh dengan gas beracun.

20131013-084931 PM.jpg
BELANDA SUDAH DEKAT!
20131013-085002 PM.jpg
ini mungkin yang dikatakan sebatang kara
20131013-085039 PM.jpg
duh, yang sedang jatuh cinta memang merasa dunia hanya milik mereka
20131013-085115 PM.jpg
stunning

Setelah sekitar satu setengah jam berkeliling dan mengambil gambar, saya memutuskan kembali karena kabut mulai turun. Cukup sudah menikmati si mistis nan cantik ini. 🙂

Sedikit tips : karena gas belerang cukup menyengat, persiapkan masker / sapu tangan sebagai pelindung hidung. Di tempat wisata banyak yang menyediakan, namun harganya sedikit mahal.

20131013-085541 PM.jpg
posko Perhutani

Malioboro Jogjakarta – sepenggal kisah becak dan ibu tua

Beberapa minggu lalu saya punya sedikit waktu untuk mengunjungi Jogja.
Tempat yang terasa seperti Rumah Kedua ini tidak pernah bosan saya kunjungi.
Meskipun begitu selalu ada hal baru yang saya dapatkan.

Berniat mencari sesuap nasi sebagai pengganjal perut pagi hari, saya berjalan di sekitar penginapan yang saya sewa. Penginapan saya di daerah jl. Dagen, Malioboro.
Sepanjang jl. dagen banyak sekali penginapan-penginapan bertarif murah dengan biaya sewa antara IDR 100k-300k. Lokasinya cukup rapi dan cukup membuat saya nyaman untuk berjalan kaki pagi itu.

20130922-072006 PM.jpg

20130922-072103 PM.jpg

20130922-072121 PM.jpg

Saya terus berjalan hingga menjumpai gerobak soto pinggir jalan, penjualnya ibu-ibu tua, mungkin umurnya sekitar 60 tahun. Dengan wajah ikhlas menawarkan saya semangkuk soto dengan telur separuh dan teh manis hangat seharga IDR 9k saja.

20130922-072413 PM.jpg
Sambil menikmati soto lezat itu, saya kemudian bertanya pada si ibu,
“Ibu sudah lama berjualan di sini?”
sudah lama sekali nak
“Lalu siapa yang membantu ibu membawa gerobak besar ini setiap pagi?”
ada, anak saya yang paling kecil
“Berapa umur anaknya bu?”
25 nak, tapi belum mau menikah… Padahal kakak-kakaknya sudah punya anak semua
Sambil tersenyum saya balas
“Santai bu, umur 25 masih muda, biasanya masih senang-senangnya bekerja, anak ibu yang terakhir putra / putri?”
laki-laki, dua kakaknya wanita. Yah biarlah namanya anak penginnya kemana, kalau ibu paksa nikah juga belum tentu barokah

20130922-073003 PM.jpg
Saya kemudian tersenyum kembali dan menghabiskan sisa nasi soto buatan si ibu.
Semangkuk soto pinggir jalan yang lezat, ditambah bumbu cerita dan kecap harapan dari si ibu telah menyempurnakan pagi saya saat itu. Terima kasih Tuhan Maha Baik.

20130922-073250 PM.jpg

Selesai makan saya melanjutkan jalan kaki, namun karena ingin melihat lebih banyak lagi dengan waktu yang terbatas akhirnya saya memutuskan untuk menyewa sebuah becak untuk mengantarkan saya berkeliling.

Pertama saya menjumpai becak dan pemiliknya yang sedang menunggu pelanggan, nampak memikirkan sesuatu yang lebih besar dari becaknya sendiri.

20130922-073606 PM.jpg

apakah yang kau lihat kosong padahal sebenarnya sangat penuh?

20130922-073707 PM.jpg

20130922-075255 PM.jpg

20130922-075307 PM.jpg

dan benarkah apa yang kamu lalui sudah cukup berat?

20130922-073908 PM.jpg

berapa banyak kau menghitung kesempatan?
Apakah harus kau tunggu selayaknya deretan becak kosong?

20130922-074039 PM.jpg

20130922-074055 PM.jpg

20130922-074115 PM.jpg

20130922-075411 PM.jpg

menyerahkan diri kepada roda, beristirahatlah sejenak si unguku 🙂

20130922-074303 PM.jpg

hey lihat ada kereta kuda! Mari kita tengok Cinderela

20130922-074419 PM.jpg

ah tentu saja, ini Malioboro yang melegenda

20130922-074550 PM.jpg

tempat yang menggoda, mungkin lain kali duhai Penjaga

20130922-074707 PM.jpg

tak akan kurang untuk ekspresi imaji

20130922-074826 PM.jpg

seorang anak menunggu dengan setia ayahnya yang bekerja. Adek kecil, besok kalau besar ingin jadi apa?

20130922-074929 PM.jpg

Akhirnya, sampailah satu putaran saya. Terima kasih bapak pengayuh becak. Teruslah menggerakkan rodamu.

20130922-075054 PM.jpg

Cokro Tulung : harta karun dari dasar sungai

“I don’t believe in failure. It is not failure if you enjoyed the process”-Oprah Winfrey

Kegagalan dalam usaha menikmati pasir putih dan jernih air laut tidak membuat saya dan teman seperjalanan menyerah. Kami tetap melanjutkan perjalanan meski harus berubah arah.
Karena tidak jadi ke Karimun Jawa seperti cerita sebelumnya ,akhirnya saya memutuskan pergi ke Jogja dan Klaten.
Nah kali ini saya pergi ke Mata Air Cokro Tulung atau sering juga disebut dengan Umbul Ingas. Mata air ini merupakan salah satu tujuan wisata favorit masyarakat di daerah Klaten dan sekitarnya.
Saya sendiri sebenarnya tidak asing dengan daerah ini karena ayah lahir di Klaten, waktu kecil kami sekeluarga pernah menikmati segarnya air yang juga dijual oleh perusahaan air mineral besar di Indonesia.
Sebelum memasuki daerah pemandian, pengunjung harus melewati jembatan gantung terlebih dahulu.

20130914-051418 PM.jpg
Jembatan gantung menuju pemandian

Tentu saja, jembatan gantung ini tidak akan gue lewatkan begitu saja tanpa berfoto narsis.

20130914-051806 PM.jpg
jump shoot

20130914-051908 PM.jpg
bersama teman Pilot (yang takut air dingin) 😀
20130914-051936 PM.jpg
#indonesiabanget #merahputih
20130914-051958 PM.jpg
sedikit miring, namanya juga jembatan goyang pasti banyak miring-miringnya 😀

Tempatnya sebenarnya sangat sederhana, hanya seperti sungai yang dibendung dengan kedalaman kira-kira 80cm,di pinggiran sungai / pemandian tersebut terdapat pohon-pohon rindang yang membuat sungai makin sejuk, juga banyak pedagang yang menyewakan tikar dan menyediakan makanan & minuman bagi pengunjung.

20130914-052107 PM.jpg
dipayungi pohon-pohon rindang

Setelah bersantai dengan tiduran di bawah pohon, akhirnya gue masuk juga ke sungai / pemandian tersebut.

20130914-052340 PM.jpg
kali ini telanjang tanpa si ungu
20130914-052359 PM.jpg
mana lagi coba kolam yang memiliki air sejernih ini

Air yang sangat jernih dan cukup dingin itu mampu buat badan gw gemeteran kedinginan, tapi dingin itu langsung terlupakan saat gue mulai jepra-jepret dengan underwater camera ,ga disangka, pemandangan dari dasar sungai benar-benar indah.

20130914-052651 PM.jpg
menyelam bagai perenang proffessional 😀
20130914-052718 PM.jpg
ini berenang atau terbang?
20130914-052746 PM.jpg
warna dari dasar sungainya menakjubkan
20130914-052830 PM.jpg
bagai di aquarium bukan?
20130914-052910 PM.jpg
double dive
20130914-052942 PM.jpg
jangan lupa ambil nafas 😀
20130914-053008 PM.jpg
menyelam lebih dalam

Disarankan bagi yang ingin mengabadikan keindahan dasar sungai Cokro Tulung untuk membawa underwater camera atau underwater case buat smartphone, tidak disarankan menggunakan smartphone yang dibungkus plastik es (karena pernah ada yang mencobanya dan bocor) 😀
Singkat cerita, kegagalan ternyata membawa saya kepada keindahan lain. Selama kita masih berusaha dan menikmati apa yang ada, maka tak perlu khawatir. 🙂

(Gagalnya) Karimun Trip – Patah Hati Pertama dalam Traveling

Oke, jadi akhir bulan Agustus 2013 ini saya punya free time sekitar satu minggu karena saya baru saja resign dari kantor lama dan baru masuk kantor baru awal bulan September.
Waktu selama jadi pengangguran itu pastinya saya manfaatkan buat jalan, karena harga dollar yang sedang melonjak berbarengan dengan letoy-nya rupiah, paling aman memang ngetrip dalam negri aja. Dan sebagai cah Semarang saya merasa malu belum pernah pergi ke Karimun Jawa, jadilah akhirnya gue memutuskan pergi ke Pulau yang sebenarnya hanya sekitar 6 jam perjalanan (3 jam darat dan 3 jam laut) dari Kota Semarang.

Perjalanan kali ini saya bareng sama temen ngetrip baru @IhsanWahyu, makhluk langka yang gue temukan di social media ini juga punya antusiasme yang sama buat mengunjungi Pulau di utara Jepara ini, dan jadilah perjalanan (drama) kami dimulai.
Drama pertama dimulai ketika travel-mate saya tidak juga kunjung di approve sama boss, akhirnya booked tiket ditunda sampe doi dapat kepastian. Setelah menanti sekian lama akhirnya cuti doi di approve PADA H-2! Setengah kelabakan kita cari tiket kereta buat ke Semarang dan ternyata sudah habis semua! Ada tiket kereta yang berangkat jam 5.45 sore, namun Ihsan baru landing di Soetta (dari Jambi) jam 7.30 malam. Akhirnya kami memutuskan buat berangkat sendiri-sendiri, saya ambil tiket jam 5.45 sore dan dia entah bagaimana yang penting sampai Semarang sebelum jam 4 pagi.
Untungnya di hari H keberangkatan gue dapat tiket kereta dari seorang calo (we know this is illegal but… Hey! We are trevelers rite?) :p
Drama kedua, si ibu calo insecure minta tiket diambil pada saat itu juga (jam 12 siang) padahal saya tidak bisa ninggalin kantor buat ambil tiket, si ibu tidak mau tiket diambil malam hari setelah Ihsan sampai Gambir. Dan akhirnya saya minta si Ibu buat ke kantor saya di Gatsu buat antar tiket. Sampai jam 3 sore si ibu belum nongol juga, saya telpon katanya nyasar sampai ke Senayan, padahal saya harus cabut jam 4 sore menuju Gambir, takut jalanan macet karena waktu itu hari Jumat. Dan dengan ngomel-ngomel akhirnya si ibu berhasil menyerahkan tiket jam 4.30 sore. (Fiuh)
Permasalahan selanjutnya adalah : bagaimana cara menyerahkan tiket kereta Ihsan, karena saya berangkat jam 5.45 sore sedangkan doi baru sampai paling cepat di Gambir sekitar jam 8.30 malem *zoom in zoom out*. Beruntung saya punya banyak temen kece yang siap bantu, tiket bisa dititipkan di kantor @ekaotto di kawasan Menteng. Nah! Berarti saya harus ke kantor Eka dulu donk sebelum ke Gambir, alhasil setelah dapat tiket, saya secepat kilat beberes, pamitan sama orang kantor dan langsung suit-suitin tukang ojek yang mangkal depan kantor buat anter gue ke Menteng lanjut ke Gambir.
Tukang ojek tercinta ternyata ahli bener ngebut dan cari jalan tikus, setelah menitipkan tiket ke Eka, saya langsung ke Gambir dan sampai jam 5.15 sore. Sampai Gambir saya sudah ditunggu ayang accu si @yudhowibowo yang juga mau ikut ngetrip ke Karimun mumpung dia masih cuti.
Tak berhenti sampai di situ Saudara-Saudara sekalian! Pas buka HP ternyata ada pesan dari tour guide kami untuk ke Karimun yang memberitahukan bahwa penyebrangan ke Karimun DITUTUP karena faktor cuaca *drop*
Berita itu langsung saya sampaikan ke Yudho dan dengan spontan Yudho memutuskan untuk membatalkan perjalanannya. Tiket seharga IDR 350k pun hangus *puk-puk Yudho*.
Oke, berarti gue harus siap ke Semarang sendiri, di saat yang sama Ihsan kasih kabar kalo pesawat dia delay. (YA TUHAN) Kalau tidak delay saja, Doi landing jam 7.30 malam, lha ini ketambahan delay 30 menit, berarti paling cepat jam 8 malam sampai Soetta, trus menembus kemacetan Jakarta di hari Jumat buat ambil tiket ke Menteng balik lagi ke Gambir karena jadwal kereta jam 9.30 malam. Satu setengah jam kesempatan doi jadi pemain film Taxi (atau Fast 7).
Dan akhirnya doi berhasil sampai di Gambir tepat waktu, gue sampai di Stasiun Tawang Semarang jam 1.30 dini hari sedangkan Ihsan baru sampai jam 4 pagi, kata mas tour guide ke Karjaw, mereka tetap akan berangkat ke Jepara dan mengecek langsung kondisi penyebrangan. Karena kepalang basah ya udah gue sama Ihsan ikut aja ke Jepara.

20130901-081156 PM.jpg
saya dan Monic, terman seperjalanan dari Semarang

Dan berangkatlah kami ke Jepara melalui medan berliku dan sopir bus Semarang-Jepara yang tak hentinya mengangkat telpon selama menyetir, setelah sempat berdesakan dan dioper dengan semena-mena akhirnya kami sampai di Pelabuhan Pantai Kartini Jepara.

20130901-081118 PM.jpg
berbecak menuju pantai
20130901-081258 PM.jpg
menuju pantai

Setelah menunggu seharian, dan tetap penyebrangan ga bisa dilakukan (bahkan kapal ferry harus bersandar) kami memutuskan untuk tinggal di Hotel di Jepara dan menunggu satu hari lagi, mencoba peruntungan terakhir siapa tau bisa menyeberang esok harinya.

20130901-081321 PM.jpg
berharap kapal akan berangkat

Walau akhirnya kami tetap tidak bisa menyebrang karena ombak terlalu tinggi (patah hati) namun bukan alasan untuk ga melanjutkan petualangan.

20130901-081344 PM.jpg
bersandar, namun tak berlayar

Karena hanya bisa berkeliling seputar Jepara hari itu, jadilah kami menangkap “pesona” alam yang bisa didapat di sekitar Pantai Kartini dan Pantai Bandengan Jepara.

20130901-081415 PM.jpg
“wah udangnya besar-besar sekali di sini!” kata Monic
20130901-081455 PM.jpg
walau terlihat tenang, namun ternyata di tengah gelombang air cukup tinggi
20130901-081529 PM.jpg
Yang belum sempat ke Losari, Kartini dulu juga gapapa 😀
20130901-081618 PM.jpg
Pantai Bandengan yang mirip pantai di Bali
20130901-081642 PM.jpg
lumayan cantik kan?
20130901-081703 PM.jpg
salah satu resort di Pantai bandengan
20130901-081900 PM.jpg
Senja indah pelipur lara

Next Trip : Macau – Hongkong

Image
Yeay! tiket kami

Mei 2013 ini saya berkesempatan kembali untuk melakukan duo trip alias trip berdua.

Kali ini yang jadi travel-mate gue si amih Usbek cantik @inaCaluela, bagi yang sudah kenal Amih Ina pasti sudah tau betapa akan menyenangkannya perjalanan ini *peress* 😀

Kami membeli tiket dari kira-kira delapan bulan sebelum keberangkatan. niat? pasti!

Dan hanya itulah satu-satunya dapat tiket promo yang oke saat itu.

Tidak seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya yang penuh drama, kali ini perjalanan relatif mulus. Sampai di Bandara hampir tiga jam sebelum keberangkatan, jadi sempat berleha-leha di Executive Lounge, makan, dan tentunya memanfaatkan fasilitas wifi dan kegiatan colok-mencolok gadget.

Jadwal take off kami 23.45 dengan perjalanan sekitar lima jam sampai di Hongkong International Airport. Besok rencananya tanpa mandi terlebih dahulu *ups*, kami akan langsung menuju ferry untuk menyeberang ke Macau.

Mari berdoa agar perjalanan lancar, aman dan menyenangkan.

See you guys in Hongkong! 🙂

George Town : Kota Metropolitan dan Surga Makanan

Pagi pertama saya di George Town, dan saya langsung jatuh cinta dengan kota ini. Bangunan-bangunan tua, kota yang tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi, jalanan yang bersih dan makanan murah nan lezat kota ini berhasil memikat saya untuk terus berjalan mengitari kota.

Tapi sebelum jauh berkeliling, siapa sih George itu sendiri? George Town diambil dari nama Raja Inggris King George III, raja yang sedang berkuasa saat kota ini ditemukan Oleh Francis Light seorang bussiness man Inggris pada abad 17.
Pilihan untuk tinggal di Jalan Love Lane sekitar Lebuh Cheulia memang tepat, karena daerah ini merupakan perkotaan dan jalan utama di George Town pada abad 17 hingga 18, tak heran banyak sekali bangunan-bangunan disini yang bernuansa Eropa.

Bangunan tua di Chinatown George Town

Perjalanan kami awali dengan berjalan kaki dari hostel berkeliling China Town dan Litte India. saya sempat mampir di salah satu toko jual HP dan Simcard biar tetap eksis selama berkeliling George Town selama 2,5 hari ini.

Gereja Tua di salah satu sudut George Town

Penjaga (dan sepertinya) juga pemilik toko seorang bersuku India, waktu lihat passport saya buat pendaftaran SIM Card dia bilang “you have a lovely name, Noveina” saya sempet ke-GeeRan dengan berpikir si bapak-bapak India ini nyepik gue, tapi ternyata dese beneran kagum dengan nama gue yang dia sebut “Noveine Ewa” *hening*
Kemudian si bapak ini ternyata tertarik dengan Indonesia dan mengajukan beberapa pertanyaan seperti :
Bapak : Where you come from? University?
saya : yes,
Bapak : oh, that’s why your English is good, you speak Emglish
saya  : *bingung jawab apa* hehe.. Thanks
Bapak : Jakarta is like KL right?
saya : yea you can say it so
Bapak : it that the cost liveing in Jakarta Expensive?
saya : iya pak, mahal banget
Bapak : how much is Indonesian people salary?
saya : lah apa pula ini kok nanya gaji, gue jawab rentangnya aja
Bapak : then how much is your salary?
saya : ya segitu deh pak
Bapak : if in average people salary in Indonesia were high, then why so many people come to Malaysia as a worker (maksudnya babu kali, tapi ga enak ama gw)
saya : eng…. *mikir gimana. Jelasin dengan cara singkat) mungkin karena mereka ga sekolah bla bla bla
Dan pembicaraan terus berlangsung sampai setengah jam lebih membicarakan pendidikan dan kesejahteraan Indonesia-Malaysia, hihi. Bagaimana pun si bapak itu baik.

Wall Art yang dibuat oleh UNESCO, bercerita mengenai asal muasal nama jalan.
Rumah Bangsawan Cina jaman dahulu, sekarang digunakan untuk museum.

Perjalanan gue lanjutkan ke terminal bus di Penang buat menuju ke Bukit Bendera, setelah menunggu sejam, akhirnya bus 204 yang kami tunggu datang.

Sampai di kawasan Bukit Bendera atau Penang Hill, kami langsung menyerbu tempat makan dan memesan banyak makanan dengan membabi buta. Harus gue akui Penang ini merupakan surga makanan.

Sebelum naik ke Penang Hill, gue menyempatkan diri ke Kek Lok Si Temple, kuil Budha terbesar di Penang.
Kalau stamina kuat, bisa naik hingga lantai paling atas Menara dan melihat lansekap Air Itam dari atas.

Salah satu sudut dari atas menara, dari atas dapat melihat kota George Town

Puas foto-foto, kami lalu menuju Penang Hill atau Bukit Bendera dengan naik kereta hidrolik canggih (yang kayanya seperti kereta menuju Victoria’s peak di HK).
Sampai di atas bukit, gue baru sadar benar bahwa George Town ini merupakan kota Metropolitan dengan gedung-gedung tinggi, dengan jembatan terpanjang se-Asia yang menghubungkan Pulau Penang dengan daerah Malaysia Utara.
Meskipun terletak di Kepulauan, Kota George Town ini merupakan kota modern hampir mirip Hongkong dan bisa jadi nantinya akan seperti Manhattan.
Di Penang Hill gue bersantai di cafe sambil menikmati pemandangan dan kalo suka bisa bermain-main dengan binatang-binatang yang dipamerkan disana.
Gue sendiri udah jadi korban keganasan salah satu binatang caper yang ada disana, waktu akan memfoto temen yang punggungnya sedang dipankat sama Sugar Glinder, eh tiba-tiba binatang itu loncat ke muka gue, dan sukses bikin beberapa cakaran di pipi kanan dan kiri. MAKASIH YA! 🙁

salah satu bangunan pemerintah Penang
Patung Budha di Kek Lok Si Temple, Air Hitam.
Jalan menuju kuil, banyak pengemis di sekitar lokasi.
sisi lain dari atas menara Kek Lok Si Temple
The Giant Budha
Seni Pahat Dinding “Kek Lo Si” Temple
Deretan Budha Berbaris
Bagian dalam Kek Lok Si Temple
Dari atas sini Kota George Town hingga pantai dan laut terlihat!
berpose narsis dari atas menara kuil 😀
bersantai dari Cafe di Bukit Bendera, worth with the price.
Bukit Bendera saat petang
Di malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau PenangDi malam hari pemandangannya lebih indah, jembatan penghubung pulau Penang ke Malaysia terlihat dengan jelas
George Town di malam hari

George Town at the First Sight

Trip terakhir di bulan Maret, kali ini saya bareng sama temen dari kecil seorang seleb sekaligus penulis berbagai buku untuk remaja (?) dan seorang travel blogger keren @arievrahman.

20130330-022252 AM.jpg
Kawasan Kuliner George Town

Kalau akhir Maret tahun lalu kami long trip Singapore-Malaka-Phnom Pehn-Siem Reap-KL, kali ini gw sama Ariev ke Penang.
Awal perjalanan kami tidak terlalu mulus, diawali dengan hilangnya passport saya yang mengakibatkan saya sepagian stress, hilang arah dan putus asa cari tu passport, dan ternyata passport ketinggalan di kosan lama dan hampir dibuang sama pak kos 🙁

Yay! sampai di Bandara
Yay! sampai di Bandara

Oke, lanjut cerita, kami naik Air Asia JKT-PEN yang ternyata hanya punya satu kali jadwal terbang tiap harinya, jamnya pun kurang menguntungkan, kami dijadwalkan berangkat 17.45 wib, namun sialnya pesawat delay, kami berangkat pukul 19.00 wib dan baru tiba di Penang International Airport pukul 22.30 waktu setempat sedangkan bus Rapid yang akan kami tumpangi jadwal paling malam pukul 23.00.
Dengan harap-harap cemas kami menunggu bus di halte bersama satu teman kenalan kami ya g kebetulan dari Jakarta juga bernama Iden. Setelah nunggu kurang lebih 10 menit, kami dihampiri sopir travel yang menawarkan jasa antar sampai ke George Town dengan tarif 30MYR. Karena biaya driver dibagi 3 kamipun tanpa pikir panjang mengiyakan.
Kota Penang merupakan kota yang cukup tenang dan rapi, saya lebih suka Penang daripada KLnya sendiri. Cuaca hangat dengan udara yang lembab dan bangunan-bangunan tua bernuansa kolonial bikin saya ingat kota Semarang.
Karena sudah tengah malam, setibanya di George Town kami langsung check-in hotel karena takut reception hotel keburu tutup. (Tidak semua hostel receptionisnya buka 24 jam)

20130330-022526 AM.jpg
standard room, sangat nyaman

Saya menginap di Red Inn Heritage, hostel dengan bangunan tua yang telah direnovasi sehingga nyaman. Hostelnya cukup luas dengan lantai kayu, ruang tamu, meja billiard dan bar mini. Selengkapnya bisa cek di redinnheritage.com atau email info@redinnheritage.com.

20130330-022417 AM.jpg
Lobby hotel

Karena belum sempat makan malam, kami pun menyempatkan diri untuk mencicipi berbagai kuliner Penang disepanjang jalan sekitar love lane.

20130330-022334 AM.jpg
go go MU! #eh
Makanan Penang pertama yang kami pesan. kwetiaw Penang!
Makanan Penang pertama yang kami pesan. kwetiaw Penang!

Karena sudah malam, banyak tempat makan yang sudah tutup, tapi kwetiaw dan kue apom yang sempat kami cicipi cukup untuk bekal perjalanan mimpi (tidur) hingga pagi. 🙂

Follow

Get every new post delivered to your Inbox

Join other followers: